Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fenomena Gengsi Sosial: Tantangan Masyarakat di Era Digital
25 Desember 2024 16:20 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Siti Fatimah Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Era digital yang serba cepat, media sosial menjadi salah satu aspek utama yang membentuk cara pandang masyarakat terhadap kehidupan. Tidak sedikit individu yang terdorong untuk mengikuti tren yang melampaui batas kemampuan finansial demi mempertahankan citra di mata publik. Fenomena ini dikenal sebagai “gengsi sosial” dan membawa dampak yang tidak hanya memengaruhi kesehatan mental, tetapi juga kondisi ekonomi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Mengapa Gengsi Sosial Dapat Terjadi?
Fenomena gengsi sosial sebagian besar dipengaruhi oleh peran media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 76,4% penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Platform ini kerap menampilkan gaya hidup mewah yang terlihat sempurna, sehingga mendorong individu untuk mengikuti standar tersebut demi mempertahankan citra sosial.
Sayangnya, dorongan untuk hidup sesuai standar “sempurna” yang dipamerkan di media sosial menyebabkan banyak individu merasa perlu untuk menunjukkan status sosial mereka melalui barang-barang mewah dan pengalaman eksklusif, meskipun hal ini menimbulkan tekanan finansial.
Dampak yang Dirasakan dari Fenomena Gengsi Sosial
Tekanan untuk mempertahankan gengsi sosial telah menciptakan berbagai dampak secara luas, baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Berdasarkan survei Statista pada Januari 2023, sebanyak 70,13% responden menggunakan e-commerce untuk membeli produk fashion dan 49,73% untuk membeli produk kecantikan. Pola konsumsi ini mencerminkan tekanan sosial untuk “tampil sempurna” yang seringkali berujung pada perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif merupakan pola hidup yang dikendalikan oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat semata-mata. Kecenderungan untuk berperilaku konsumtif dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, salah satunya terjerat hutang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tekanan sosial juga berdampak pada kesehatan mental. Upaya untuk memenuhi ekspektasi sosial sering kali menyebabkan individu mengalami stres. Penelitian dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa 96,4% remaja merasa kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang mereka alami, termasuk yang berasal dari media sosial. Tekanan untuk selalu tampil sesuai standar tertentu dapat mengakibatkan kecemasan dan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri. Ketika kita terlalu fokus kepada “apa kata orang”, perasaan tidak puas terhadap diri sendiri mudah muncul. Lebih buruk lagi, gengsi dapat menjebak individu dalam pola hidup yang mengabaikan kebutuhan emosional dan kebahagiaan individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Apa Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Mengatasi Fenomena ini?
Mengatasi fenomena gengsi sosial memerlukan kesadaran diri dan strategi yang tepat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menetapkan prioritas pada kebutuhan utama dibandingkan keinginan semata, membatasi waktu di media sosial untuk menghindari tekanan sosial, dan mengedukasi diri tentang pengelolaan keuangan dan investasi dapat membantu individu mengambil keputusan yang bijaksana.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Fenomena gengsi sosial adalah salah satu tantangan yang semakin nyata di era digital. Memaksakan gaya hidup di luar kemampuan tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan mental. Penting bagi setiap individu untuk menyadari bahwa kebahagiaan tidak tergantung pada penilaian eksternal. Dengan menerima diri sendiri dan menghargai apa yang dimiliki, bukan apa yang dipamerkan adalah kunci untuk melawan tekanan gengsi sosial.