news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Urgensi Cukai Plastik Cegah Eksternalitas Negatif

Muhammad Ripurio
Mahasiswa PKN STAN dan ASN Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
Konten dari Pengguna
23 Januari 2023 18:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ripurio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Plastik sekali pakai. Sumber Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Plastik sekali pakai. Sumber Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Plastik dan keseharian masyarakat Indonesia selayaknya dua sejoli yang sulit terpisahkan. Konsumsi plastik di Indonesia sangat tinggi dan terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini terbukti dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyebutkan volume sampah di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 68,5 juta ton dan tahun 2022 mencapai 70 juta ton. Lalu, terdapat 24 persen diantaranya atau sekitar 16 juta ton sampah yang tidak dikelola sehingga menyebabkan tercemarnya lingkungan. Fenomena ini menimbulkan eksternalitas negatif yang dapat memengaruhi kelangsungan lingkungan dan ekosistem.
ADVERTISEMENT
Sebagai upaya dalam menekan penggunaan plastik oleh masyarakat, pemerintah telah berencana akan mengenakan cukai terhadap produk plastik pada tahun 2023. Hal ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Meskipun, kebijakan ini masih belum bisa diberlakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan karena masih menunggu Peraturan Pemerintah yang mengatur mekanisme pemungutan cukai tersebut.
Apa Itu Eksternalitas Negatif?
Pencemaran lingkungan akibat sampah plastik. Sumber Foto: Shutterstock
Secara umum, eksternalitas merupakan dampak yang dirasakan pihak luar atau orang sekitar akibat tindakan seseorang tanpa adanya kompensasi (ganti rugi) dari pihak yang merugikan. Dikatakan eksternalitas negatif apabila tindakan seseorang tersebut memberi efek negatif/buruk kepada pihak luar atau orang disekitarnya. Pencemaran lingkungan akibat sampah plastik merupakan salah satu contoh eksternalitas negatif.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif ilmu Ekonomi Mikro, eksternalitas negatif terjadi ketika interaksi pembeli-penjual produk plastik menghasilkan eksternalitas yaitu sampah plastik yang mencemari lingkungan dimana sifatnya merugikan pihak ketiga atau orang sekitar, dalam hal ini masyarakat luas.
Dalam menggunakan produk plastik, khususnya plastik sekali pakai, konsumen (pembeli) cenderung mengenyampingkan biaya-biaya kerusakan terhadap lingkungan (social cost) sebagai akibat kegiatan konsumsi plastik yang dilakukan.
Adapun kompensasi (ganti rugi) yang seharusnya dibebankan kepada pihak yang menimbulkan eksternalitas negatif ini yaitu berupa biaya-biaya eksternal lainnya yang harus ditanggung dalam menuntaskan permasalahan sampah plastik, seperti biaya untuk menampung atau memusnahkan limbah, mendaur ulang, hingga biaya kesehatan. Seluruh biaya eksternal ini jika diabaikan akan menimbulkan kegagalan pasar dalam mencapai efisiensi sosial. Kegagalan pasar yang dimaksud dalam hal ini yaitu overproduction plastik oleh produsen karena konsumsinya sangat banyak dan terus meningkat (overconsumption).
ADVERTISEMENT
Maka, disinilah peran pemerintah untuk mengintervensi pasar dengan membuat kebijakan yang dapat mencegah terjadinya eksternalitas negtaif yang berkepanjangan. Salah satu kebijakan yang dibuat pemerintah dalam mengatasi fenomena ini yaitu pengenaan cukai pada produk plastik.
Urgensi Penerapan Cukai Plastik
Pemberlakuan instrumen fiskal berupa cukai bisa menjadi alat kontrol tambahan terhadap eksternalitas negatif yang ditimbulkan produk plastik berupa sampah/limbah. Urgensi penerapan cukai atas produk plastik adalah untuk mengurangi/membatasi penggunaan plastik oleh masyarakat. Menurut data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas), konsumsi plastik di Indonesia mencapai 5,76 juta ton per tahun dengan rata-rata konsumsi per kapita sebesar 19,8 kilogram.
Adapun jumlah limbah plastik di Indonesia tahun 2021 silam sebanyak 66 juta ton per tahun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Sebanyak 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sementara itu, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan mencapai angka 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik. Hal inilah yang menimbulkan eksternalitas negatif.
ADVERTISEMENT
Upaya menambahkan plastik sekali pakai sebagai Barang Kena Cukai juga merupakan wujud dari salah satu fungsi pajak untuk mengatur overconsumption plastik yang dianggap merugikan. Pungutan cukai atas kantong plastik kedepannya akan mengubah pola perilaku masyarakat dalam mengonsumsi plastik. Di sisi lain, negara juga akan mendapatkan tambahan penerimaan pajak dari sektor cukai karena bertambahnya objek cukai, dimana pendapatan negara tersebut dapat diperuntukkan untuk kegiatan yang berbasis lingkungan sebagaimana telah direncanakan pemerintah.
Dengan adanya pengenaan cukai, akan menambah harga pembelian kantong plastik oleh konsumen yang akan berdampak pada menurunnya permintaan (demand) akibat kenaikan harga kantong plastik, sehingga produsen juga akan mengurangi produksinya (supply). Hal ini akan mendorong konsumen untuk mengurangi penggunaan plastik atau mencari barang pengganti (substitusi) yang berfungsi sama seperti kantong plastik, contohnya kantong kain yang reusable. Dampak selanjutnya adalah produsen kantong plastik akan lebih banyak memproduksi kantong yang reusable dan produk alternatif lainnya sehingga mengurangi kantong plastik di lingkungan.
ADVERTISEMENT