Skema Pengenaan Tarif Pajak Penghasilan Terbaru UU HPP, Apakah Sudah Adil?

Wiko Satria Utama
Seorang ASN dari Kementrian Keuangan yang sedang mengikuti tugas belajar di Politeknik Keuangan Negara STAN
Konten dari Pengguna
12 Februari 2023 20:21 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wiko Satria Utama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Keadilan Skema Tarif PPh. Sumber Foto : Envato
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keadilan Skema Tarif PPh. Sumber Foto : Envato
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketimpangan ekonomi masih menjadi masalah sosial yang perlu diselesaikan. Pada Maret 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio adalah sebesar 0,384. Angka ini meningkat 0,003 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2021 yang sebesar 0,381.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Wealth Report 2022 oleh Knight Frank, jumlah orang dengan kekayaan bersih ultra-tinggi (ultra high net worth individuals/UNWHI) di Indonesia mencapai 1.403 orang pada 2021. Jumlah ini meningkat 1 persen dari 1.390 pada 2020.
Dalam konteks tersebut, pajak hadir karena memiliki fungsi redistribusi. Penerimaan pajak yang dikumpulkan dari masyarakat dapat didistribusikan kembali untuk kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan melalui penyerapan berbagai pos belanja dalam APBN.
Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam percepatan pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional salah satunya yaitu menata ulang sistem perpajakan agar lebih kuat di tengah tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus selalu diantisipasi.
Pada tanggal 07 Oktober 2021, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna.
ADVERTISEMENT
UU HPP yang telah disepakati bertujuan untuk mendukung upaya percepatan pemulihan perekonomian, mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan keadilan untuk setiap lapisan ekonomi, dan perbaikan sektor pajak. Sistem perpajakan pada UU HPP memperbaiki beberapa hal salah satunya melindungi masyarakat menengah ke bawah dengan memperbaiki lapisan tarif pajak penghasilan (PPH).
Prinsip keadilan harus menjadi perhatian utama, salah satunya yaitu dengan menerapkan asas equality yang dikemukakan oleh Adam Smith. Pajak harus dibebankan sesuai dengan kemampuan dari masing-masing wajib pajak dan juga sebanding dengan manfaat yang diterimanya.
Keadilan dalam perpajakan dapat dilihat dari segi horizontal dan vertikal. Keadilan horizontal memperhatikan perlakuan yang sama bagi individu atau perusahaan dengan kondisi yang sama, sementara keadilan vertikal memperhatikan bahwa pembayar pajak dengan pendapatan lebih tinggi membayar lebih banyak pajak dibandingkan pembayar pajak dengan pendapatan yang lebih rendah.
Perbandingan Tarif PPH Orang Pribadi UU PPH dan UU HPP. Sumber: Data diolah Penulis
Pada skema tarif umum PPH orang pribadi berdasarkan UU HPP, pemerintah menaikkan batasan penghasilan kena pajak pada lapisan pertama yaitu pada tarif pajak progresif 5 persen dari awalnya dikenakan untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta menjadi sampai dengan Rp60 juta.
ADVERTISEMENT
Dari sisi ekonomi, hal ini akan menguntungkan bagi wajib pajak yang sebelumnya memiliki penghasilan kena pajak di antara Rp50 juta sampai dengan Rp60 juta karena terdapat tambahan kemampuan ekonomis dari selisih tarif yang sebelumnya dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
Selanjutnya pada lapisan tarif ke-4 yang sebelumnya diatur penghasilan lebih dari Rp500 juta ke atas dikenakan tarif 30 persen menjadi dibatasi antara Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar yang akan dikenakan tarif 30 persen. Pembatasan tarif ini bertujuan untuk dapat mengenakan tarif yang lebih tinggi pada masyarakat yang berpenghasilan lebih dari Rp5 miliar dalam setahun.
Lapisan baru yaitu pada lapisan ke-5 dikenakan untuk masyarakat dengan penghasilan lebih dari Rp5 miliar setahun yang akan dikenakan tarif pajak 35 persen. Penambahan lapisan tarif ke-5 ini akan menambah beban pajak bagi High Net Worth Individual (HNWI) dari yang semula hanya 30 persen menjadi 35 persen.
ADVERTISEMENT
Kebijakan penyesuaian tarif ini dilakukan untuk mewujudkan pemerataan pendapatan dan juga prinsip keadilan. Masyarakat yang memiliki penghasilan lebih tinggi akan menanggung beban pajak yang lebih tinggi.
Kebijakan dalam UU HPP lainnya yang juga bertujuan untuk mewujudkan keadilan yaitu penetapan batasan penghasilan bruto yang tidak dikenakan pajak bagi wajib pajak UMKM. Pemerintah menetapkan besaran penghasilan bruto yang tidak dikenakan pajak penghasilan untuk UMKM yaitu Rp500 juta dalam setahun.
Artinya penghasilan di bawah Rp500 juta ke bawah tidak akan dikenakan pajak. Berbeda dengan aturan sebelumnya pada PP 23 tahun 2018 yang mana seluruh penghasilan bruto dari wajib pajak akan dikenakan tarif pajak.
Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban pajak dan mendorong UMKM untuk bisa lebih berkembang dan memajukan perekonomian. Lantas, apakah langkah pemerintah dalam menyesuaikan lapisan tarif PPH dengan skema umum dan menetapkan batasan penghasilan yang dikenakan pajak pada sektor UMKM sudah dapat mewujudkan keadilan bagi masyarakat?
Grafik Perbandingan Pajak Terutang PPH Tarif Umum (Pasal 17) dan Tarif Final (PP23). Sumber: Data diolah Penulis
Berdasarkan analisis pajak terutang menurut tarif umum pasal 17 dan tarif final PP 23 yang telah disesuaikan dengan perubahan UU HPP, ditemukan titik impas atau Break Even Point (BEP) antara beban pajak yang ditanggung wajib pajak dengan skema tarif umum dan beban pajak dengan tarif final PP23 yaitu di titik penghasilan netto sebesar 5 persen dari jumlah penghasilan bruto (Utama, 2023).
ADVERTISEMENT
Pada tingkat penghasilan bruto yang sama, UMKM yang memiliki penghasilan netto kurang dari 5 persen akan lebih untung jika menggunakan PPh dengan skema tarif umum PPh Pasal 17 dibandingkan dengan menggunakan tarif final PP23.
Begitupun sebaliknya jika penghasilan netto wajib pajak sudah melebihi 5 persen akan lebih menguntungkan jika menggunakan tarif PPh final dibandingkan tarif umum. Perbedaan ini akan memberikan rasa ketidakadilan bagi wajib pajak UMKM yang memiliki penghasilan netto di bawah 5 persen, namun telah menggunakan tarif PPh Final PP23.
Dan bagi UMKM yang memiliki penghasilan di atas 5 persen namun menggunakan tarif PPh umum Pasal 17. Kondisi ini akan membuat UMKM dilema karena tidak dapat memilih penerapan peraturan sesuai dengan kondisi usahanya.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan aturan yang membuat UMKM tidak dapat menyesuaikan perhitungan pajak sesuai kondisi penghasilan yaitu karena adanya batas waktu penggunaan tarif pajak UMKM PP23 tahun 2018. Dalam PP 23/2018 ditetapkan batas akhir penggunaan tarif 0,5 persen yaitu 7 tahun bagi WP OP, 4 tahun bagi WP badan koperasi/CV/Firma, dan 3 tahun bagi WP badan Perseroan Terbatas.
Aturan lain yang menyebabkan keterbatasan wajib pajak dalam menyesuaikan perhitungan pajak yaitu di dalam Ketentuan Umum dan Peraturan Perpajakan disebutkan bahwa wajib pajak yang telah menggunakan tarif umum berdasarkan pembukuan maka sudah tidak dapat lagi kembali menggunakan tarif final UMKM atau tarif berdasarkan norma untuk tahun pajak berikutnya.
Kebijakan penyesuaian tarif PPH Orang Pribadi dan penetapan batasan penghasilan bruto tidak kena pajak bagi UMKM yang tertuang dalam UU HPP dinilai sudah memberikan rasa keadilan dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan terdapat wajib pajak orang pribadi yang memiliki net profit margin rendah, sedangkan penerapan tarif PPh Final UMKM tidak memandang seberapa besar keuntungan bersih atau net profit margin dari wajib pajak, perhitungan hanya berdasarkan jumlah penghasilan bruto.
Pada aturan UU HPP diberikan batasan penghasilan bruto yang tidak dikenakan pajak sebesar Rp50 juta sehingga memberikan keadilan bagi wajib pajak yang memiliki net profit margin rendah. Kemudian, pada skema tarif umum PPH OP dengan adanya penambahan lapisan tarif baru yaitu 35 persen akan memberikan tambahan beban pajak pada masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi atau High Net Wealth Individual (HNWI) sehingga dapat mengurangi angka ketimpangan ekonomi.
Namun, perlu adanya kajian yang lebih mendalam terkait prinsip keadilan antara wajib pajak yang menggunakan skema tarif umum dan tarif final agar sesuai dengan asas equality. Keadilan horizontal mensyaratkan adanya perlakuan yang sama antara orang pribadi yang memiliki penghasilan yang sama.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, dengan adanya perbedaan skema tarif umum dan tarif final membuat pelaku usaha mengalami kondisi dilema. Hal ini dikarenakan terdapat suatu titik impas atau BEP di mana wajib pajak akan lebih menguntungkan jika menggunakan skema tertentu. Disisi lain, wajib pajak tidak dapat menyesuaikan skema pengenaan tarif pajak sesuai dengan kondisi yang menguntungkan karena adanya pembatasan aturan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan adanya alternatif kebijakan yang memperhatikan keadilan horizontal antara penerapan PPh dengan skema tarif final dan PPh dengan skema tarif umum, mengingat rasa keadilan akan meningkatkan willingness to pay bagi wajib pajak.