Polemik Globalisasi dalam Perkembangan Industri Start-Up

Bintang Maulana
Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Malang dan Freelancer di beberapa lini platform.
Konten dari Pengguna
5 Januari 2023 20:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bintang Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : https://unsplash.com/photos/rxpThOwuVgE?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : https://unsplash.com/photos/rxpThOwuVgE?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink
ADVERTISEMENT
Perkembangan globalisasi semakin hari semakin merubah pola hidup dan rutinitas kita, globalisasi mencampuri kehidupan kita menjadi lebih efisien dan semakin pesat, banyak aspek yang semakin bertransformasi dalam lini kehidupan masyarakat saat ini, dari bertransaksi secara ekonomi, berinteraksi secara sosial, sampai dalam ruang lingkup pekerjaan yang memberikan banyak potensi baru di dunia digital ini. Globalisasi saling berkorelasi pada tiga aspek, yakni intensitas dan pembentukan suatu sistem mobilitas, skala tunggal dari praktik serta adanya organisasi dengan berbagai relasi didalamnya, jika disederhanakan mengarah kepada perkembangan dari mobilitas, praktik yang terus berulang dan adanya kelompok yang membuat atau mencetuskan sesuatu yang revolusioner sehingga mengubah kehidupan masyarakat dan secara historik sendiri dapat kita ketahui bahwasannya berkembangnya teknologi dan globalisasi ini juga berdasarkan pada revolusi industri. Berkembangnya industri ditandai dengan adanya inovasi dan efisiensi produksi, distribusi dan produk yang dihasilkan yang kemudian dikonsumsi bagi masyarakat, seperti contohnya gadget, sosial media, kendaraan maupun aspek pangan, sandang dan papan lainnya.
ADVERTISEMENT
Perkembangan globalisasi juga ini mentranformasikan efisiensi aspek investasi sehingga memberikan pemahaman dan kualitas pendidikan bagi masyarakat terhadap pengaturan keuangan dalam perekonomian sehari-hari maupun kelompok. Berbagai perusahaan berbagai bidang terutama dalam jasa mulai dirintis dan banyak pihak konglomerat mulai berinvestasi di dalamnya. Seperti contohnya, pada kuartal IV tahun 2022 dan awal tahun kini Amazon milik Jeff Bezos berkomitmen untuk berinvestasi untuk mengembangkan bisnis dagang elektronik di ekosistem digital Indonesia.
Seiring berkembangnya gadget dan barang yang semakin merubah pola kehidupan kita menjadi semakin efisien, bukankah seharusnya kita tidak kesulitan dalam menghasilkan uang, mudah mendapatkan pekerjaan, moneter yang stabil terhadap berbagai aspek dari pangan, sandang dan papan seiring majunya waktu serta berkembangnya tingkat kualitas sumber daya manusia kita? Globalisasi yang begitu cepat berkembang dapat menjawab pertanyaan tersebut, ini dikarenakan berat sebelah dengan terbatasnya bahan sumber daya alam yang tersedia di bumi, sifat dasar individu manusia sendiri yang pernah merasa puas akan persaingan, serta adanya eksploitasi dan kesenjangan didalam ruang lingkup masyarakat tersebut. Manusia mampu merancang inovasi namun terkadang ada beberapa kelompok yang tereksploitasi dan termarjinalisasi akibat satu perkembangan yang dijalankan.
Sumber : https://unsplash.com/photos/eHOmKhovImw?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink
Seperti contohnya adalah keberadaan Gojek dan Grab di Indonesia pada awalnya menimbulkan konflik antara mereka yang berprofesi ojek online dengan mereka yang berprofesi sebagai ojek pangkalan atau konvensional, dimana mereka yang berprofesi ojek pangkalan merasa diambil pelanggannya karena adanya pekerja ojek online, efisiensi dari adanya aplikasi ojek online ini sendiri sangat membantu konsumen atau masyarakat yang berarti mempunyai solusi dari kendala jika memakai ojek pangkalan, baik dari biaya dan mobilitas. Dari adanya perselisihan diantara keduanya maka terbentuklah zona merah bagi ojek online dimana mereka dilarang memasuki zona kawasan tersebut, zona merah ini terdiri dari kawasan terminal bis dan stasiun kereta api di berbagai kota di Indonesia. Baru-baru ini terdapat kabar bahwasannya terdapat konflik antara ojek online dengan ojek pangkalan di Bandung, Jawa Barat, konflik ini disebabkan ojek pangkalan yang mencegat ojek online yang pada saat itu mengantarkan konsumen sedang dalam agenda penting namun tidak kunjung sampai ke lokasi tujuan akibat diberhentikan oleh kelompok ojek pangkalan. Kemudian dalam kurun waktu yang dekat, kelompok solidaritas ojek online berkerumun datang ke kawasan zona merah untuk menuntut tanggung jawab dari kelompok ojek pangkalan. Selang adanya konsolidasi akhirnya kedua kelompok profesi sejenis ini selesai karena adanya kesepakatan yang adil.
Sumber : https://unsplash.com/photos/64zl75-Hg6E?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink
Kita ambil contoh lain seperti salah satunya di Thailand adanya gerai ritel Seven Eleven. Berbeda dengan Indonesia dimana Seven Eleven kalah saing dalam pasar dengan Indomaret dan Alfamaret, Seven Eleven di Thailand berhasil mendapatkan pasarnya. Namun ekspansi dagang dari Seven Eleven tidak sebaik respon yang diberikan dari masyarakat Thailand. Pada kabar terbaru, banyak sekali pihak masyarakat yang menolak keberadaan Seven Eleven karena mematikan UMKM lokal Thailand, Eksistensi Seven Eleven di Thailand sendiri dapat diibaratkan seperti Mixue di Indonesia, jumlahnya semakin banyak dan bahkan setiap jarak beberapa meter tersedia gerai ini.
ADVERTISEMENT
Namun bukan tanpa alasan sebagian besar masyarakat Thailand menolak adanya gerai Seven Eleven ini, selain dikarenakan menepis keberlangsungan UMKM lokal, jaringan Seven Eleven ini juga dipegang oleh satu perusahaan besar yaitu CP Group. Charoen Pokphand Group atau CP Group ini adalah perusahaan konglomerat yang sangat dekat hubungannya dengan kerajaan di Thailand. Oleh sebab itu, masyarakat menganggap bahwa pemerintahan kerajaan Thailand tidak memberikan kesempatan untuk rakyatnya yang juga membuka usaha dagang untuk menjalankan penghidupan ekonominya dan justru menjadi bagian yang mengambil untung dari profit yang dihasilkan Seven Eleven, masyarakat juga menduga bahwa pemerintah kerajaan bisa saja melakukan monopoli dalam bisnis gerai tersebut.
Dominasi Seven Eleven di pasar ritel Thailand tidak hanya ekspansi cabangnya yang berada di setiap wilayah, namun juga mempunyai fasilitas yang cukup lengkap tidak hanya kebutuhan berbelanja, tapi juga terdapat fasilitas mengirim barang, ketersediaan pelayanan online dan bahkan beberapa cabangnya ada yang buka 24 jam sehingga lebih membuat kebutuhan masyarakat di Thailand lebih efisien dibandingkan dengan toko-toko yang dibuka warga yang tinggal di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT