Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Efektivitas Pencegahan Dini: "Obesitas" sebagai Penyakit Pemicu Komplikasi
19 Oktober 2023 17:22 WIB
Tulisan dari Anindiya Putri Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Obesitas sampai sekarang tetap menjadi salah satu penyakit yang masih menghantui dunia kesehatan baik dalam skala nasional maupun global. Masalah obesitas tergolong masalah yang tidak bisa disepelehkan. Bahkan World Health Organization (WHO) telah menyatakannya sebagai epidemi global (Mutia et al., 2022). Penyakit ini bahkan menjadi salah satu fokus utama yang harus diselesaikan dalam target SDG's yang telah ditetapkan WHO tentang penyakit tidak menular.
ADVERTISEMENT
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara dengan penderita obesitas terbanyak. Menurut Kemenkes RI 2018, prevalensi di Indonesia 13,5% usia 18 tahun keatas mengalami overweight, sementara itu 28,7% mengalami obesitas (IMT ≥ 25). Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 memperkirakan satu dari tiga orang dewasa, satu dari lima anak berusia 5-12 tahun, dan satu dari tujuh remaja berusia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Nilai ini meningkat 10% dengan presentase awal 10,5 persen pada 2007 menjadi 21,8 persen pada 2018.
Obesitas sendiri terjadi ketika asupan energi secara signifikan melebihi pengeluaran energi dalam jangka waktu yang lama, yang ditunjukkan dengan peningkatan Indeks Massa Tubuh (BMI). Faktor-faktor yang menyebabkan berat badan berlebih meliputi faktor keturunan, fisiologis, sosial, dan finansial, termasuk orientasi, kekayaan keluarga, dan tingkat pendidikan. Selain itu faktor utama penyebab obesitas adalah perubahan gaya hidup. Konsumsi makanan cepat saji atau (fast food) secara terus menerus membuat gizi yang diperoleh tubuh tidak seimbang karena makanan fast food memiliki kepadatan energi yang tinggi lemak, gula serta kurangnya serat. Ditambah lagi dengan seringnya masyarakat menggunakan ponsel, gaya hidup yang lebih tidak aktif, dan berkurangnya aktivitas fisik membuat risiko obesitas meningkat dan memperburuk kondisi tubuh.
Oleh karena itu tidak jarang banyak remaja obesitas yang mengalami body shaming yang berujung pada aksi bulliying. Hal ini tentu juga akan berdampak pada status psikologi seperti depresi, kurang percaya diri, peningkatan emosional dan masalah intimidasi serta isolasi sosial yang nantinya akan mempengaruhi kualitas hidup remaja tersebut. Selain itu dilansir dari CNN.com, obesitas bisa jadi 'pintu masuk' bagi beragam penyakit kronis yang memicu komplikasi. Kondisi obesitas membuat seseorang lebih mudah terserang penyakit kronis seperti diabetes, stroke, jantung, ginjal hingga kanker. Dengan kata lain, orang dengan obesitas lebih berisiko terkena penyakit kronis dibanding mereka yang bertubuh ideal.
ADVERTISEMENT
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan bahwa obesitas menjadi penyebab kematian akibat infeksi kardiovaskular sebesar 5,87 persen dari seluruh kematian, serta penyakit ginjal sebesar 1,84 persen dari seluruh kematian. Namun ia juga mengatakan bahwa Kemenkes berusaha untuk menahan angka obesitas di Indonesia sebesar 21,8 persen hingga akhir tahun 2024 sesuai dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan rencana untuk menurunkan jumlah penderita obesitas. Diantara upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Gerakan Berantas Obesitas (Gentas). Hingga saat ini, mediasi untuk mencegah kelebihan berat badan atau berat badan telah berfokus pada perubahan sosial pada individu seperti memperluas aktivitas fisik sehari-hari atau mengembangkan kualitas rutinitas makan dengan membatasi asupan kalori yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Selain upaya yang dilakukan pemerintah dalam menurunkan jumlah penderita obesitas, masyarakat juga bisa mencegah terjadinya obesitas dengan melakukan pengelolaan obesitas sejak dini. Prinsip pengelolaan obesitas pada dasarnya adalah mengatur keseimbangan energi. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan pola hidup sehat diantaranya:
1. Mengatur Pola Makan
Makanan yang sehat dan seimbang harus memperhatikan jumlah, jenis, jadwal dan pengelolaan makanan. Kementerian kesehatan (Kemenkes) juga telah mengampanyekan “Isi Piringku” atau yang dikenal juga dengan “Healthy Plate” sebagai ganti dari 4 sehat 5 sempurna. Pada setengah porsi dalam 1 piring terdiri dari sayuran dan buah dan setengah porsi lagi terdiri dari lauk dan karbohidrat, dengan komposisi karbohidrat sebanyak 2/3 bagian dan lauk sebanyak 1/3 bagian. Jumlah karbohidrat setidaknya sama dengan jumlah protein. Sedangkan jumlah sayur atau buah setidaknya sama dengan jumlah karbohidrat ditambah protein. Dengan tercukupkannya kebutuhan energi, tubuh akan melakukan metabolisme dengan baik dan akan lebih optimal dalam beraktivitas. Selain itu mengurangi makanan fast food juga sangat berpengaruh karena fast food termasuk sumber makanan olahan yang mengandung gula, lemak, dan kalori tinggi yang dapat memperbanyak penyakit komplikasi selain obesitas. Selain itu disarankan juga untuk menjauhi karbohidrat olahan, seperti tepung putih, roti putih, nasi putih, kue, pasta, dan biji-bijian yang dibungkus.
ADVERTISEMENT
2. Memperbanyak Aktivitas Fisik
Melakukan aktivitas fisik secara kontinyu dari yang intensitas rendah ke tinggi sehingga terjadi konversi energi ke pembentukan massa otot juga menjadi salah satu opsi untuk pencegahan obesitas. Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan adalah berolahraga seperti bersepeda, berlari, berenang, berkebun, membersihkan rumah dsb.
3. Mengontrol Pola Tidur
Kurang tidur kini sudah menjadi kebiasaan para remaja yang sering kali disepelehkan. Kebanyakan dari mereka menganggap ini hal yang wajar. Namun siapa sangka jika begadang bisa mengakibatkan obesitas dengan cara merusak hormon leptin yang membuat rasa lapar tidak terkontrol. Jika kuantitas tidur tidak tercukupi hormone ini akan rusak dan akhirnya memicu obesitas. Selain itu gangguan tidur dapat menyebabkan peningkatan asuppan energi melalui:
ADVERTISEMENT
Penanggulangan obesitas harus menjadi rencana penting kedepan untuk kesejahteraan masyarakat terutama pada anak-anak dan remaja karena kegemukan pada umumnya dimulai sejak usia dini. Namun sayangnya disini remaja yang seharusnya menjadi pelopor edukasi tentang bahaya obesitas justru menjadi sasaran utama penyakit obesitas. Oleh karena itu, diperlukan edukasi menyeluruh untuk semua tingkat usia termasuk anak-anak, remaja serta orang tua dalam memberikan edukasi kepada anak-anak mereka terhadap bahaya serta pencegahan obesitas sehingga prevalensi obesitas dapat berkurang.
Sementara itu, terlepas dari upaya yang telah dilakukan oleh otoritas publik untuk mengurangi jumlah individu yang mengalami obesitas, penting juga untuk mengetahui tentang kehidupan yang sehat dengan adanya kesadaran sejak dini, karena kesadaran inilah yang menjadi kunci utama untuk mencegah obesitas sejak awal. Dalam rangka merealisasikan target SGD's penyakit tidak menular yang dalam hal ini adalah obesitas dan menciptakan masyarakat yang lebih sehat, saya Anindiya Putri Rahmawati, Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga mengajak semua pembaca untuk mengamalkan perilaku sehat untuk mencegah lebih banyaknya angka penderita obesitas. Mari bersama-sama berkomitmen untuk mengutamakan kesehatan demi Indonesia yang lebih sehat.
ADVERTISEMENT