Konten dari Pengguna

Komunikasi dalam Penyelesaian Diversi pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum

MUHAMMAD RIZKILAH
Taruna semester VI Program Studi Bimbingan Kemasyarakatan program pendidikan Diploma IV Politeknik Ilmu Pemasyarakatan.
6 November 2022 16:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MUHAMMAD RIZKILAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar pendampingan pada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) ( foto : Muhammad Rizkilah)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar pendampingan pada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) ( foto : Muhammad Rizkilah)

Pentingnya Komunikasi dalam Penyelesaian Perkara Diversi pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum

ADVERTISEMENT
Komunikasi dapat membantu manusia dalam menjalani kehidupannya, melalui proses komunikasi seseorang dapat memperoleh sesuatu yang dikehendaki akan tetapi di sisi lain komunikasi dapat menjadi sumber permasalahan pada seseorang apabila dalam berjalannya proses komunikasi terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Ketika seseorang tersandung masalah hukum komunikasi dapat menjadi faktor penentu terkait perjalanan proses penegakan hukum yang berlangsung, baik mulai proses pra ajudikasi, ajudikasi hingga pos ajudikasi.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara hukum telah mengatur mekanisme penegakan hukum yang dirumuskan ke dalam KUHP dan KUHAP, secara khusus telah diatur di dalam UU SPPA Tahun 2012, UNICEF mendefinisikan anak yang berkonflik dengan hukum (children in conflict with the law) adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang bersangkutan disangka atau dituduh melakukan tindak pidana. Anak sebagai pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum dan memerlukan perlindungan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa diversi merupakan wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau mengehentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya, dalam prinsip penegakan hukum sekarang ini diversi sangat diutamakan kepada anak yang berhadapan dengan hukum baik itu anak sebagai pelaku maupun anak sebagai korban, sebisa mungkin anak-anak dihindarkan dengan proses pemidanaan melalui diversi ini.
ADVERTISEMENT
Lalu mengingat betapa pentingnya upaya diversi dalam penegakan hukum anak, maka komunikasi yang baik sangat dibutuhkan untuk terselenggaranya diversi yang disepakati oleh kedua belah pihak. Lantas bagaimana model komunikasi yang idealnya digunakan dalam proses diversi?
Dalam UU SPPA tepatnya pada Pasal 5 ayat (3) dijelaskan bahwa dalam sistem peradilan pidana anak wajib diupayakan diversi Pasal 8 ayat (1) UU SPPA juga telah mengatur bahwa proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Jika kita cermati secara saksama pada UU SPPA No. 11 Tahun 2012 tepatnya dalam Pasal 8 Ayat 1 dan Ayat 2, ditekankan bagaimana proses diversi yang berjalan hendaknya tercipta melalui proses komunikasi yang baik dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
ADVERTISEMENT
Suatu komunikasi dapat dikatakan sebagai komunikasi yang baik dan benar adalah ketika maksud dan tujuan maupun informasi yang diinginkan dapat tercapai, beberapa kriteria Komunikasi dapat berjalan dengan efektif manakala ada beberapa aturan dan kaidah yang diikuti, yaitu:
1. Komunikator menghargai setiap individu, orang maupun kelompok yang dijadikan sasaran komunikasi.
2. Komunikator harus mampu menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain. Setiap orang yang melakukan komunikasi harus mampu mendengar dan dan siap menerima masukan apa pun dengan sikap yang positif.
3. Pesan diterima oleh penerima pesan dan dapat didengarkan dengan baik.
4. Kejelasan pesan sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi.
5. Berkaitan dengan sikap rendah hati dan mau mendengarkan orang lain Hal ini berkaitan dengan karakter dan sikap individu masing-masing, baik pemberi maupun penerima pesan. Termasuk di dalam sikap dan sifat ini adalah kerelaan untuk rendah hati, menghargai, dan mau mendengarkan orang lain
ADVERTISEMENT
Ketika kedua belah pihak dalam proses diversi dalam hal ini yaitu anak sebagai pelaku dan anak sebagai korban beserta segenap keluarga serta pihak-pihak yang mendampingi dalam proses diversi yang sedang berlangsung (Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat) dapat memenuhi kriteria atau indikasi suatu komunikasi dapat dikataan efektif tatkala kesepakatan yang diinginkan oleh kedua pihak dapat dipatuhi dan disetujui dengan saksama sehingga diversi dapat dicapai, indikator suatu komunikasi dapat dikatakan berjalan dengan ideal dan sukses yaitu manakala memenuhi bebrapa aspek antara lain :
1. Adanya pemahaman yang baik antara kedua belah pihak sebagai syarat mutlak tercapainya kesepakatan Bersama
2. Kesepakatan yang dicapai tidak merugikan salah satu pihak
ADVERTISEMENT
3. Konteks kesepakatan yang disepakati bersifat empiris dan tidak
ambigu sehingga dikemudian hari tidak dapat dirubah
4. Komunikasi berjalan dengan lancar dibuktikan dengan kesepakatan yang disetujui.
Komunikasi yang baik dan ideal diperlukan untuk menunjang keberhasilan penyelesaian suatu perkara diversi pada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), bukan hanya komunikasi antar Pembimbing Kemasyarakatan (PK), pekerja sosial, Orang tua/wali korban atau pelaku tetapi juga komunikasi antar aparat penegak hukum harus berjalan dengan baik agar penyelesaian perkara diversi dapat tercapai dan untuk menghindarkan seorang anak pada pemidanaan.
Muhammad Rizkilah, Mahasiswa politeknik Ilmu Pemasyarakatan Prodi Bimbingan Kemasyarakatan