Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Bergabungnya Indonesia ke BRICS: Peluang dan Tantangan bagi Stabilisasi Rupiah
16 Februari 2025 16:17 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Johannes Teguh Franklin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Disadur melalui laman Kementerian Pertahanan Indonesia (Selasa, 4/02/25), BRICS adalah kelompok negara berkembang yang memiliki peran besar dalam perekonomian global. BRICS merupakan akronim yang berasal dari huruf awal nama negara anggota pertama kelompok tersebut, yaitu Brazil, Russia, India, China, and South Africa. Kelompok ini menjalin kerja sama dalam ekonomi sebagai penyeimbang dominasi negara barat. Sebagai contoh, BRICS telah mendirikan New Development Bank (NDB) sebagai lembaga keuangan alternatif dari Dana Moneter Internasional (IMF) dalam keuangan global.

Indonesia baru saja resmi bergabung menjadi anggota penuh BRICS usai Kementerian Luar Negeri Brasil mengumumkannya pada 6 Januari 2025 lalu. Indonesia menjadi negara satu-satunya negara ASEAN pada kelompok tersebut. Bergabung ke BRICS juga menandakan babak baru dalam perekonomian internasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
BRICS menawarkan peluang kepada negara-negara anggota untuk mengurangi ketergantungan mata uang Dollar AS dalam transaksi internasional. Sebagai contoh pada tahun 2023 silam, China dan Brazil sepakat untuk meninggalkan Dollar AS dalam perdagangan bilateral kedua negara, dan memungkinkan penggunaan Yuan dan Real sebagai mata uang dalam transaksi mereka. Begitu juga dengan anggota BRICS lainnya, India dan Rusia sepakat untuk menggunakan Rupee dan Rubel dalam transaksi perdagangan antar kedua negara tersebut. Tentu hal ini menarik perhatian Indonesia dimana nilai tukar Rupiah selama ini rentan terhadap fluktuasi nilai mata uang Dollar AS. Hal ini membuka peluang Indonesia menjadi lebih stabil dalam menghadapi tantangan dalam pasar global.
Dalam Teori Purchasing Power Parity, barang-barang yang dijual seharusnya berada pada harga atau nilai yang sama di semua negara. Dalam makna lain, nilai tukar antara dua mata uang akan menyesuaikan tingkat harga di kedua negara tersebut. Dengan mengurangi ketergantungan Dollar AS pada transaksi internasional, Indonesia dapat mengurangi faktor-faktor eksternal yang menekan dan memengaruhi nilai tukar Rupiah. Sebagai contoh apabila Indonesia telah menerapkan Rupiah atau mata uang lokal negara mitra dalam perdagangan internasional, dan di lain sisi terdapat kebijakan moneter di Amerika Serikat yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar Dollar AS, , Indonesia tidak akan terdampak besar. Hal ini akan mendorong stabilitas nilai tukar Rupiah dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Dalam ekonomi makro, kita juga mengenal istilah necara perdagangan. Neraca perdagangan adalah penggambaran atas selisih antara nilai ekspor dan nilai impor suatu negara dalam periode waktu tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tukar adalah kegiatan ekspor dan impor. Dengan bergabungnya Indonesia sebagai anggota BRICS, terdapat total kurang lebih 3 milliar populasi manusia dari negara-negara anggota BRICS. Hal ini merupakan peluang pasar baru bagi Indonesia untuk meningkatkan perdagangan ekspor dan investasi ke negara-negara anggota BRICS. Harapannya, peningkatan volume perdagangan ekspor dan investasi dapat sejalan dengan peningkatan volume penggunaan Rupiah dalam transaksi antar negara, sehingga nilai tukar Rupiah akan cenderung menguat.
Namun dengan hadirnya peluang yang menarik, terdapat tantangan yang mengikuti. Indonesia masih bergantung kepada ekspor komoditas sumber daya alam, seperti minyak, gas dan batu bara. Fluktuasi harga komoditas ini mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Kemudian dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar, Indonesia dapat menjadi pasar baru bagi negara-negara anggota BRICS. Jika Indonesia tidak mendorong kegiatan ekspor sedangkan jumlah impor malah semakin meningkat, hal ini dapat menyebabkan nilai tukar Rupiah kian melemah.
Selain itu, China dengan mata uang Yuan perlu diwaspadai. Terdapat risiko dimana Yuan akan menjadi mata uang dominan yang baru dalam transaksi perdagangan internasional. Jika hal ini terjadi, Indonesia hanya mengubah ketergantungan dari Dollar AS ke Yuan China. Hal ini juga bukan langkah bijak dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah.
ADVERTISEMENT
KESIMPULAN
Diterimanya Indonesia sebagai anggota tetap kelompok BRICS menandakan Indonesia adalah salah satu negara yang diperhitungkan dalam perekonomian global. BRICS juga membawa peluang Indonesia untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan menekan dan mengurangi ketergantungan terhadap Dollar AS pada transaksi perdagangan internasional. Selain itu, besar peluang negara-negara anggota dapat dijadikan sebagai negara baru untuk tujuan ekspor dari Indonesia. Teori seperti Purchasing Power Parity dan neraca perdagangan dapat memberikan kerangka analisis untuk memahami terkait nilai tukar. Namun dibalik peluang-peluang tersebut, terdapat tantangan yang besar. Tantangan seperti keaktifan Indonesia dalam pergerakan ekspor dan impor, serta dominasi Yuan China dalam perdagangan internasional di masa mendatang perlu dianalisis dan diatasi dengan kebijakan yang tepat. Apabila kebijakan-kebijakan yang diambil penuh dengan perhitungan, sangat besar peluang BRICS menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
ADVERTISEMENT