Konten dari Pengguna

Lembaga Pemasyarakatan: Teori Manajemen Pengamanan Dalam Mengatasi Konflik Lapas

M FARIZ ALFAJRI
POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN
16 Mei 2023 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M FARIZ ALFAJRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar : LAPAS Pemuda Kelas III Langkat
zoom-in-whitePerbesar
Gambar : LAPAS Pemuda Kelas III Langkat
ADVERTISEMENT
Lembaga pemasyarakatan atau juga bisa disebut sebagai sebuah penjara merupakan sebuah lembaga yang memiliki fungsi dalam melaksanakan pembinaan terhadap orang-orang yang terlah melakukan kejahatan atau melanggar hukum yang kemudian akan dikembalikan kembali kedalam kehidupan sosial masyarakat (Novarizal, 2019).
ADVERTISEMENT
Lembaga pemasyarakatan merupakan sebuah institusi korektif, sebagai bagian akhir dari sistem peradilan pidana. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk memproses atau memperbaiki perilaku seseorang (people processing organization / PPO) dimana input maupun output-nya adalah manusia yang diberi stigma sebagai seorang penjahat. Dan lembaga pemasyarakatan sendiri tidak memiliki hak dalam menyeleksi individu yang akan masuk kedalamnya, sehinga hal tersebut yang menjadi pembeda antara lembaga pemasyarakatan dengan insitusi-institusi lainnya seperti perusahaan ataupun organisasi kemasyarakatan yang sebelumnya dapat melakukan seleksi input terlebih dahulu (Atang, 2002).
Sebagai sebuah institusi pemerintah yang berfungsi dalam membina masyarakat pelaku pelanggar hukum, lembaga pemasyarakatan rentan terhadap berbagai pelanggaran lainnya, baik yang bersifat kelembagaan maupun individual. Berbagai berita buruk pun telah beberapa kali diangkat di dalam berita yang berisi tentang kekerasan yang terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan maupun tuduhan bahwa lembaga pemasyarakatan merupakan sarang penyimpanan dan peredaran narkoba paling aman dibandingkan di luar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kepadatan penghuni yang kini menjadi permasalahan utama yang dapat menghambat seluruh kegiatan, tujuan maupun keamanan dari lembaga pemasyarakatan. Kepadatan penghuni menjadi salah satu kondisi yang mana menyebabkan meningkatnya laju jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan yang dan hal tersebut tidak sebanding dengan jumlah atau kapasitas yang seharusnya dan memberikan efek domino terhadap pemberian sarana dan prasarana yang tersedia. Dari kepadatan penghuni tersebut ditambah lagi dengan permasalahan overstaying atau suatu kondisi dimana narapidana tinggal di lembaga pemasyarakatan dengan masa tinggal yang berlebih.
Kepadatan penghuni yang disebabkan juga dengan overstaying tersebut telah terjadi hampir di seluruh lembaga pemasyarakatan yang ada di Indonesia (Lestari, 2016). Tentu saja hal ini akan berdampak pada munculnya permasalahan lain yang dapat mengancam situasi dan kondisi di lembaga pemasyarakatan Indonesia, terutama dalam hal pengamanan.
ADVERTISEMENT
Menurut George R.Terry fungsi dasar manajemen yaitu planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan), dan Controlling (pengawasan). Di dalam proses pelaksanaan program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan, fungsi dasar manajemen ini dapat diterapkan, karena dalam proses pelaksanaan program pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan sangat diperlukan adanya proses perencanaan, pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Semua ini harus dilakukan agar dapat mencapai tujuan dari program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan selama menjalani masa pidananya.
Adapun peraturan yang membahas terkait Sistem Pemasyarakatan adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 menyatakan bahwa Sistem Pemasyarakatan merupakan sebuah tatanan yang membahas terkait arahan serta terdapat batasan maupun cara dalam pemberian pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang di dasarkan oleh Pancasila dengan tujuan untuk bisa meningkatkan kualitas dari Warga Binaan Pemasyarakatan dan dapat memperbaiki diri dari kesalahan yang telah ia lakukan dan tidak melakukan hal yang sama di kedepan harinya, sehingga masyarakat dapat menerima kembali WBP yang telah menyelesaikan masa belajar di Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan dan dapat melanjutkan kehidupan sebagaimana mestinya.
sumber : ANTARA News
Dalam hal ini, sistem keamanan statis digunakan untuk bisa memastikan narapidana dapat dikontrol dengan baik secara fisik. Sistem keamanan ini mengacu pada filosofi bahwa fungsi dari bangunan Lapas merupakan perlindungan kepada penghuni, pegawai, pihak lain serta bangunan yang berisi dan lingkungannya terdiri atas:
ADVERTISEMENT
a. Penghalang: Fungsi pencegahan terhadap potensi pelarian dan penyalahgunaan fungsi bangunan.
b. Pemantau: Memudahkan pemantauan.
c. Penundaan: Penekanan fungsi yang memperlambat akses keluar masuk penghuni dalam rangkah pencegahan pelarian narapidana secara missal ataupun terjadinya penyerangan.
d. Penghentian: Penekanan terhadap fungsi kontrol dan kendali pada saat dimulai ataupun terjadinya kemungkinan dari penyimpangan.
e. Memperkecil: Menekankan Fungsi atau mengurangi upaya dari gangguan maupun semacamnya.
Sedangkan sistem keamanan yang dijalankan secara dinamis merupakan hubungan yang baik antara petugas maupun narapidana. Di dasarkan terhadap pemberian penghormatan akan hak asasi manusia, di mana hal tersebut memiliki hubungan terhadap ciri terutama pada bagian pengakuan dan pengertian akan ketidakseimbangan kekuatan yang terjadi antara petugas maupun narapidana.
Sistem keamanan prosedural berfokus pada pelaksaan aturan dan prosedur untuk mencegah terjadinya gangguan kemanan serta melindungi hak dan martabat narapidana atau tahanan. Sistem kemanan ini juga dapat berguna dalam mendeteksi kemungkinan gangguan keamanan yang mungkin akan muncul untuk melakukan antisipasi terhadap gangguan tersebut. Bentuk pelaksaan sistem keamanan ini yaitu, identifikasi dan penempatan narapidana, pengendalian gerakan narapidana, kontrol rutin petugas, sistem penguncian kamar dan pengendalian akses komunikasi narapidana.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, fungsi dari lembaga pemasyarakatan adalah untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan kedalam masyarakat agar dapat bersosialisasi dan ikut serta dalam berbagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Dapat kita simpulkan bahwa peran Lapas yakni sebagai sarana dalam memberikan pembinaan dan bimbingan pada Warga Binaan Pemasyarakatan.
Pembinaan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 35 hingga Pasal 42 Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang mengatur pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan pada Pasal 55 hinggal 59 Undang-Undang No.22 Tahun 2022 tentang pembimbingan Warga Binaan dilakukan di Badan Pemasyarakatan.
Pada konteks sistem pemasyarakatan, pembinaan merupakan suatu sistem, maka dari itu dibutuhkan beberapa komponen yang saling berkaitan dalam bekerja untuk mencapai tujuan (Harsono, 1995). Komponen-komponen tersebut adalah pihak-pihak yang terlibat dalam segala proses pembinaan, anata lain: Narapidana, petugas lembaga pemasyarakatan dan masyarakat akan selanjutkan akan menerima para narapidana kembali ke kehidupan bemasyarakat.
ADVERTISEMENT