Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Bahu Jalan sebagai Lapak Parkir, Dapatkah Menjadi “Lahan Emas” bagi Pemda?
9 Februari 2025 11:03 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Raden Muhammat Aldi Trinanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi (credit: unsplash.com)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jke61awfrdtqn010dbyvx2zx.jpg)
ADVERTISEMENT
Jalan raya tentunya difungsikan sebagai prasarana transportasi bagi masyarakat, meskipun pada kenyataannya, tak jarang kita temui jalan raya yang difungsikan sebagai lapak pedagang, tempat parkir, bahkan ditutup hanya untuk difungsikan sebagai tempat hajatan. Terkait
ADVERTISEMENT
penggunaan jalan raya sebagai tempat parkir, terkadang sering mengganggu para pengguna jalan. Tak jarang lapak parkir yang “memakan” bahu jalan dan trotoar, menyebabkan kemacetan dan padatnya lalu lintas kendaraan. Namun, tahukah Pembaca bahwa terdapat beberapa peraturan dan dasar hukum yang mengatur terkait hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan jalan raya dan usaha parkir?
Pembagian jenis-jenis jalan raya sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yakni terklasifikasi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Untuk pencatatan asetnya, jalan raya yang termasuk ke dalam klasifikasi jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa dicatat dan diakui sebagai aset pemerintah daerah. Bahkan, kepemilikan pemerintah daerah atas jalan tidak hanya sebatas badan jalan melainkan juga atas bahu jalan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 19/PRT/M/2011. Untuk yang paling luas, pemerintah daerah memiliki hak dan kewenangan atas bahu jalan arteri primer selebar 2,5 hingga 3 meter, sedangkan untuk yang paling sempit yakni bahu jalan pada jalan desa yang hanya selebar 0,5 hingga 1 meter. Dengan demikian, pemerintah daerah memiliki hak dan kewenangan penuh terkait kepemilikan dan penggunaan badan dan bahu jalan tersebut. Hal tersebut termasuk pengaturan terkait pemanfaatan bahu jalan raya untuk difungsikan sebagai tempat parkir. Apabila masyarakat tertarik untuk memanfaatkan jalan raya untuk difungsikan di luar transportasi, maka diperlukan izin dari penyelenggara jalan serta tidak boleh mengganggu fungsi utamanya sebagai prasarana transportasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Parkir di bahu jalan raya sepertinya sudah tidak asing di masyarakat Indonesia. Bahkan, tak jarang ditemukan penjaga lapak parkir yang mengenakan tarif parkir kepada pengguna jasa parkir di bahu jalan tersebut. Namun, tidak semua yang mengusahakan bahu jalan sebagai lapak parkir memiliki izin resmi ataupun diusahakan secara resmi oleh pemerintah daerah. Sering kita temui banyaknya lapak parkir liar yang memungut jasa parkir, meskipun tak ada jasa yang diberikan selama masyarakat memarkirkan kendaraannya. Bahkan, tak jarang terdengar adanya kasus kehilangan helm akibat lalainya penjaga lapak parkir liar dalam menjaga kendaraan yang parkir. Tak asing pula ditemukannya penjaga lapak parkir “gaib” yang tiba-tiba muncul ketika pengguna parkir telah selesai memarkirkan kendaraannya. Selain memungut parkir tanpa dasar-dasar yang jelas dan tidak adanya jasa dan nilai tambah yang diberikan oleh penjaga lapak parkir, lapak-lapak parkir yang diusahakan di bahu jalan raya juga kerap mengganggu arus kendaraan yang melewati jalan. Tak jarang terjadi kemacetan yang disebabkan oleh padatnya kendaraan yang parkir di bahu jalan hingga memakan bagian dari badan jalan. Kemacetan ini tentunya dapat memicu masalah-masalah lain, seperti polusi udara yang diakibatkan tingginya emisi gas buang dari kendaraan yang memadati area jalan serta polusi suara yang diakibatkan klakson yang sering dibunyikan oleh pengguna jalan yang merasa terganggu oleh kemacetan. Tentu hal ini sangat meresahkan sebagian besar masyarakat, baik yang menggunakan jalan raya maupun yang tinggal dan memiliki usaha di sekitar jalan raya.
ADVERTISEMENT
Meskipun parkir di bahu jalan, terutama jika dikelola secara ilegal, dapat meresahkan pengguna jalan dan masyarakat sekitar, pemerintah daerah sebenarnya dapat menjadikan lapak-lapak parkir di bahu jalan menjadi potensi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sejatinya, pemerintah daerah memiliki dua hal yang dapat dijadikan potensi pendapatan terkait pengusahaan parkir di bahu jalan, yakni pajak parkir dan retribusi pelayanan parkir. Hal tersebut diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah atau UU HKPD. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa atas jasa parkir, baik sekedar menyediakan atau menyelenggarakan tempat parkir maupun pelayanan memarkirkan kendaraan, dapat dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (Jasa Parkir), dengan tarif paling tinggi sebesar 10% dari tarif parkir. Apabila pelayanan parkir diberikan oleh pemerintah daerah, terdapat hak pungutan retribusi atas pelayanan parkir di tepi jalan umum sebesar tarif yang ditentukan. Kewenangan-kewenangan yang diberikan dalam peraturan ini tentunya dapat dimaksimalkan oleh pemerintah daerah sebagai potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah, yang diharapkan mampu mendongkrak besaran Pendapatan Asli Daerah. Apabila besaran pendapatan dalam postur APBD dapat ditingkatkan, bukan tidak mungkin bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya melalui pembangunan berkelanjutan, bahkan tanpa bergantung terhadap dana transfer dari pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
Dalam memaksimalkan potensi pajak parkir dan retribusi pelayanan parkir, pemerintah daerah dapat mengarahkan agar masyarakat yang mengusahakan jasa parkir secara ilegal di bahu jalan agar mendaftarkan izin secara resmi untuk mengusahakan lahan parkir tersebut, mengingat bahu jalan merupakan aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah, bukan milik pribadi masyarakat. Dengan pemberian izin tersebut, pengusahaan lahan parkir dapat dilakukan secara legal serta memberikan pendapatan pajak bagi pemerintah daerah. Langkah lainnya yakni pemerintah daerah dapat membuka lapangan pekerjaan bagi penjaga lahan parkir liar di bahu jalan, memberikan usaha yang legal melalui pengusahaan pelayanan parkir di bahu jalan. Selain menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran, pengusahaan pelayanan parkir ini dapat menjadi sumber pendapatan retribusi bagi pemerintah daerah. Namun, tentunya langkah tersebut memiliki risiko adanya penolakan oleh masyarakat yang selama ini menggantungkan pendapatannya melalui pengusahaan parkir di bahu jalan. Maka dari itu, pemerintah daerah dapat memulai langkahnya melalui sosialisasi secara menyeluruh terhadap semua masyarakat yang mengusahakan dan memberikan jasa pelayanan parkir yang menggunakan bahu jalan raya sebagai lahan parkir. Kemudian, untuk menguatkan komitmen pemerintah daerah terhadap pengoptimalan aset daerah dalam meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah, dapat disusun peraturan daerah yang mengatur terkait larangan dan sanksi atas pengusahaan dan pelayanan parkir ilegal. Penegasan peraturan dapat dilakukan melalui langkah nyata berupa penertiban oleh satuan polisi pamong praja bagi masyarakat yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Dengan itu, kegiatan pelayanan parkir di bahu jalan tidak semata-mata menimbulkan kemacetan dan padatnya arus lalu lintas kendaraan namun dapat memberikan nilai tambah, baik penerimaan bagi pemerintah daerah maupun lapangan kerja bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pengusahaan lapak parkir di bahu jalan selama ini kerap menjadi penyebab kemacetan dan padatnya lalu lintas jalan raya. Tak jarang, hal tersebut menimbulkan gangguan terhadap usaha maupun penduduk sekitar. Pengusahaan parkir liar juga terkesan hanya berupa pungutan-pungutan liar yang dilakukan secara ilegal oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, layaknya angin yang tiba-tiba datang dan meminta pungutan parkir. Namun, pemerintah daerah dapat saja mengubah hal tersebut menjadi suatu potensi pendapatan bagi daerah, baik melalui pengenaan pajak parkir maupun pemberian pelayanan parkir yang menghasilkan retribusi bagi pemerintah. Langkah yang dapat dimulai oleh pemerintah daerah yakni sosialisasi kepada masyarakat, pemberian izin usaha dan membuka lapak parkir yang diusahakan oleh pemerintah daerah, serta memberlakukan penertiban kepada pengusaha-pengusaha lapak parkir liar yang tidak mematuhi peraturan.
ADVERTISEMENT
[sumber ilustrasi: unsplash.com]