Konten dari Pengguna

Mengapa Diversifikasi Pangan Belum Populer?

Faradhita Adelia Dewanti
Mahasiswa Aktif Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
14 Oktober 2024 10:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faradhita Adelia Dewanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Faradhita Adelia
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Faradhita Adelia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa dekade terakhir, ketergantungan masyarakat pada beras sebagai sumber pangan utama telah menjadi perhatian serius di Indonesia. Meski beras adalah bagian penting dari budaya pangan, apakah bijak terus mengandalkan satu komoditas untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional? Di sinilah diversifikasi pangan menjadi solusi yang layak dipertimbangkan, bukan hanya untuk meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga untuk mendukung kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
ADVERTISEMENT
Diversifikasi pangan adalah upaya untuk memperluas pilihan sumber pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal yang kaya akan nutrisi. Dengan demikian, kita tidak hanya fokus pada beras, tetapi juga pada jagung, sagu, singkong, umbi-umbian, dan tanaman lokal lainnya.
Ketergantungan tinggi pada beras membuat kita rentan terhadap krisis pangan, terutama saat terjadi gangguan produksi akibat bencana alam atau perubahan iklim. Dengan diversifikasi pangan, kita bisa lebih fleksibel dalam menghadapi situasi ini. Jagung di NTT atau sagu di Papua, misalnya, bisa menjadi alternatif yang lebih stabil bagi masyarakat setempat.
Inisiatif ini penting karena diversifikasi pangan menawarkan pola makan yang lebih seimbang, kaya serat, vitamin, dan mineral yang dapat membantu mengurangi masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung yang meningkat akibat konsumsi karbohidrat tinggi.
ADVERTISEMENT
Meski manfaat diversifikasi pangan sudah banyak disorot, penerapannya masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu masalah utama adalah kebiasaan konsumsi masyarakat yang cenderung konservatif, di mana beras masih menjadi simbol status sosial dan kenyang. Selain itu, akses terhadap bahan pangan alternatif seringkali terbatas di kota-kota besar, menjadikan beras tetap pilihan utama.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah dan promosi diversifikasi pangan sering kali kurang agresif. Program diversifikasi yang dijalankan cenderung terfokus pada daerah-daerah tertentu saja tanpa adanya kampanye besar-besaran di tingkat nasional. Padahal, edukasi tentang manfaat diversifikasi pangan perlu lebih diperluas dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah.
Salah satu cara untuk mempercepat diversifikasi pangan adalah dengan menggali potensi lokalitas dan warisan pangan tradisional. Indonesia kaya akan tanaman pangan lokal yang telah lama terlupakan. Sagu, misalnya, adalah makanan pokok masyarakat Papua yang memiliki potensi besar sebagai sumber karbohidrat nasional. Demikian pula dengan sorgum, umbi-umbian, dan aneka sayuran lokal yang dapat menjadi sumber pangan yang mudah diakses dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Diversifikasi pangan adalah langkah penting menuju ketahanan pangan yang berkelanjutan. Dengan memperluas pilihan makanan pokok, kita bisa mengurangi ketergantungan pada beras dan memanfaatkan kekayaan alam serta potensi lokal. Melalui gerakan ini, kita tidak hanya memperkuat ketahanan pangan tetapi juga menjaga kesehatan, budaya, dan kemandirian bangsa.