Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Propaganda Menghancurkan Free Will Dalam Pesta Demokrasi
21 November 2024 17:33 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Gian Nidhal Roza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebentar lagi akan terjadi pesta demokrasi secara massal pada tanggal 27 November 2024, dalam rangka memutuskan kepala daerah yang akan memimpin kedepannya. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat dapat bebas membuat keputusan dalam memilih pasangan calon yang akan memimpin daerahnya. Namun, apakah keputusannya benar benar berdasarkan pikirannya? Apakah keputusannya dipengaruhi oleh informasi yang beredar di media massa? Karena media massa adalah alat ampuh untuk mempengaruhi masyarakat. Siapapun paslon yang berhasil membangun citra (image) akan mendapatkan legitimasi publik seperti yang mereka inginkan.
ADVERTISEMENT
Propaganda politik pada dasarnya adalah mesin kompleks yang secara halus merampas kemerdekaan berpikir manusia. Dimana pikiran kita dipengaruhi dengan bebas oleh narasi, gambar, pernyataan, dan cerita yang dirancang dengan sangat cerdik untuk mengarahkan cara kita memandang realitas. Ketika kita merasa yakin bahwa kita telah mengambil keputusan sendiri, pada hakikatnya kita sedang mengeksekusi script yang sudah ditulis oleh kekuatan-kekuatan tak terlihat. Propaganda tidak sekadar memengaruhi, melainkan merekonstruksi total cara berpikir hingga kita percaya bahwa pilihan yang kita ambil adalah murni produk pemikiran sendiri.
Demokrasi, yang didengungkan sebagai puncak kebebasan berpolitik, ironisnya telah menjadi panggung paling canggih untuk melemahkan free will warga negara. Propaganda politik telah berkembang menjadi mesin psikologis yang sangat canggih, merancang arsitektur manipulasi yang sistematis untuk mengendalikan pilihan dan persepsi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Propaganda modern tidak lagi sekadar menyebarkan informasi, melainkan merancang naratif yang mempengaruhi bawah sadar. Melalui algoritma media sosial, targetisasi iklan politik, dan rekayasa emosional, setiap individu dihadapkan pada ruang informasi yang telah direkayasa sedemikian rupa sehingga pilihan mereka seolah-olah otonom, padahal sudah diprogram.
Propaganda yang dirancang untuk mempengaruhi seseorang seperti:
ADVERTISEMENT
Propaganda tidak sekadar memengaruhi, tetapi mendekonstruksi kemampuan rasional individu untuk menganalisis informasi secara objektif. Setiap pemilih dibentuk menjadi "konsumen politik" yang lebih responsif terhadap stimulus emosional daripada argumen logis.
Kita sebagai pemilih tidak akan lepas dalam pengaruh informasi yang beredar, keputusan kita memilih suatu paslon tertentu akan selalu dipengaruh oleh berbagai hal eksternal. Meski begitu terpengaruh oleh informasi yang beredar bukanlah suatu yang buruk. Jika, informasi yang kita terima adalah informasi yang baik dan benar.