Konten dari Pengguna

Pilkada 2024, Agenda Pemerintah Pusat untuk Memperkuat Otonomi Daerah?

Kristiono
Pengamat Sosial Politik - Ketua Yayasan Sahabat Remaja Indonesia - Alumni Fisipol UGM - Tinggal di pedesaan Grobogan Jawa Tengah
16 Oktober 2024 6:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kristiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis mengikuti program Bawaslu dalam pelibatan masyarakat di Pilkada 2024. (dok pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Penulis mengikuti program Bawaslu dalam pelibatan masyarakat di Pilkada 2024. (dok pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Secara ideal, seharusnya pelaksanaan pemilihan kepala daerah adalah agenda lima tahunan pemerintah pusat untuk memilih sebenar – benar pemerintah daerah. Sesuai dengan salah satu cita – cita luhur reformasi yakni memperkuat otonomi daerah. Dimana daerah memiliki pemimpin yang benar – benar mewakili aspirasi masyarakat dalam memimpin pembangunan.
ADVERTISEMENT
Namun dalam kenyataannya, pada pilkada 2024 kali ini yang terjadi adalah sebaliknya. Dimana kutub pembelahan pusat (koalisi nasional) merembet hingga ke daerah. Koalisi yang ada tidak benar – benar terjadi secara alamiah di lapangan. Walau secara jamak kita ketahui bersama bahwa itulah yang dinamakan politik. “Ngono ya ngono, tapi ojo ngono”, kalo kata pepatah Jawa.
Kalau kita amati bersama, di sebanyak 5 Pemerintah Provinsi pulau Jawa yang menggelar pilkada serentak, hanya Pilgub Jawa Barat yang relatif pembelahan koalisi tidak linier dengan pusat. Jawa Timur, bisa dikatakan, koalisi yang dibangun 80% mirip pusat. Hanya karena faktor PKB vs Khofifah yang sudah tidak bisa disatukan menjadikan mereka pisah jalan. Sedangkan tiga yang lain, seperti pilgub di Jawa Tengah, Banten dan Jakarta aroma koalisi pusat yang terbawa ke daerah begitu kental terasa.
ADVERTISEMENT
Apakah tidak boleh? Tentu sah saja. Yang menjadi titik tekan di sini adalah hasil pilkada nanti, nampaknya diupayakan agar “jago” pusat sebisa mungkin jadi pemenangnya. Disinilah ketidakseruan itu terjadi. Dimana rakyat yang awalnya akan menikmati banyak pilihan calon kepala daerah, kini dipaksa hanya ada dua pasang saja. Di sisi lain, “jago” dari pemerintah pusat tentu memiliki lebih sumber daya dibandingkan koalisi lainnya.
Ada argumentasi masuk akal terkait hal ini. Yakni percepatan pembangunan jika pemerintah daerah linier dengan pusat. Berbeda jika yang memerintah oposisi dengan pusat, program dari pusat tidak akan deras mengalir.
Sepintas begitu logic, namun begitu berbahaya. Karena pemerintah pusat seperti tidak adil dalam memberikan porsi kemajuan di semua daerah, hanya kepada yang seirama. Padahal idealnya, aroma persaingan/ pertarungan akan selesai manakala seseorang dilantik menjadi pejabat negara. Musti diganti dengan agenda pemerataan pembangunan, dikuasai oleh orang pusat ataukah tidak.
ADVERTISEMENT
Eddy Cahyono Sugiarto (2017) mengatakan begini : Pemerataan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, menjadi isu strategis sebagai mainstream pembangunan ekonomi bangsa Indonesia ke depan. Strategi kebijakan pembangunan yang berpihak kepada pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan akan terus dipacu, guna lebih meningkatkan daya saing menuju kemakmuran yang berkeadilan.
Kemakmuran yang berkeadilan sejatinya merupakan jawaban terhadap berbagai masalah ketimpangan yang masih menjadi tantangan besar bangsa Indonesia ke depan. Ketimpangan yang terjadi antara lain dapat dicermati dari angka kemiskinan, tingkat pengangguran dan pemerataan pembangunan infrastruktur, khususnya konektivitas antar wilayah.
Konektivitas antar wilayah menjadi penting mengingat masih terdapat sekitar 10,7 % penduduk yang berada di bawah kemiskinan, dan sekitar 5,6% yang menganggur dan nyaris miskin. Ketimpangan pembangunan antar wilayah, khususnya wilayah timur Indonesia dan daerah perbatasan atau terluar Indonesia masih menjadi tantangan tersendiri
ADVERTISEMENT
Kata kuncinya adalah pemerataan dan konektivitas antar wilayah. Sehingga kedepannya akan semakin banyak dan semakin cepat tumbuh daerah – daerah maju dan berkurang angka kemiskinannya.
Namun jika kita cermati, proses pilkada sudah menuju ke fase akhir yakni pemilihan. Jadi harapan kita, apapun hasilnya nanti, pilkada benar – benar akan memperkuat agenda otonomi daerah dimana pemerintah pusat melibatkan betul pemerintah daerah dalam pembangunan. Tak sekedar penonton dalam tribun.