Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menemukan crack atau retakan pada pesawat Boeing 737-800 NG milik maskapai Garuda Indonesia (1 unit) dan Sriwijaya Air (2 unit). Retakan ditemukan pada pesawat Boeing 737-800 NG yang memiliki umur akumulasi lebih dari 30.000 Flight Cycle Number (FCN). FCN merupakan akumulasi dari pesawat take off dan landing, di mana setiap pesawat terbang dan mendarat dihitung 1 kali FCN.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pesawat yang mengalami crack itu harus di-grounded atau dilarang terbang sementara untuk dilakukan perawatan. Menurut ahli pesawat, crack di pesawat Boeing 737-800 NG yang berusia 30.000 FCN merupakan suatu hal yang tak wajar.
Lantas apa itu crack?
Tenaga Ahli Pengembangan Pesawat Terbang dan Head of Design Organization PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI, Andi Alisjahbana menjelaskan, crack adalah retakan pada bahan struktur pesawat. Retakan biasanya terjadi pada aluminium yang merupakan bahan dasar sebagian besar struktur pesawat.
Pemicu crack, lanjut Andi, karena pembebanan pada struktur atau bahan tersebut secara berulang-ulang sehingga material alumunium mengalami kelelahan atau fatigue.
"Biasanya pembebanan ini dihitung dari berapa kali pesawat diterbangkan, atau disebut Flight Cycle Number (FCN). Jadi setiap kali pesawat take off dan landing, terlepas dari berapa jauhnya maka dihitung sebagai 1 Flight Cycle," kata Andi kepada kumparan, Rabu (16/10).
Menurut Andi, semua metal bisa mengalami fatigue yang kemudian menghasilkan crack bilamana dilakukan pembebanan yang berulang ulang-ulang.
ADVERTISEMENT
Crack sendiri memiliki beberapa kategori. Ia menekankan crack yang fatal bila terjadi pada sebuah struktur pesawat.
"Yang terpenting ialah berapa kekuatan yang tersisa dari material/struktur tersebut sebelum total crack tersebut merambat dan membuat bahan/struktur tersebut patah/putus," jelasnya.
Andi menyebut kasus crack di pesawat Boeing 737-800 NG sebetulnya pertama kali ditemukan di Amerika Serikat (AS) pada pesawat modifikasi di komponen yang disebut "Pickle Fork". Pesawat ini sudah mengalami atau berusia 32.600 FCN.
Atas temuan itu, kemudian Otoritas Penerbangan Sipil AS (FAA) merekomendasikan dilakukan pengecekan terhadap pesawat Boeing 738-800 NG di seluruh dunia yang berusia lebih dari 30.000 FCN. Hasilnya, ada 3 unit pesawat sejenis mengalami crack di Indonesia.
Untuk kasus pesawat Garuda Indonesia dan Sriwijaya, Boeing sebetulnya telah merancang agar tidak terjadi crack sampai usia 90.000 FCN. Sementara crack di pesawat Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air terjadi pada usia 30.000-an FCN atau baru sepertiga dari standar usia yang ditetapkan pabrikan. Menurut Andi, hal itu dipandang cukup aneh.
ADVERTISEMENT
“Yang menjadi masalah ialah Boeing merancang agar seharusnya tidak terjadi crack sampai 90,000 FC,” sebutnya.
Penanganan Dugaan Crack di Pesawat
Pesawat yang mengalami crack harus menjalani perawatan agar bisa terbang lagi secara aman. Penanganan pertama ialah inspeksi apakah terjadi crack. Andri menyebut penanganan ini sebagai Non Destructive Inspection (NDI). Kedua, bilamana terjadi crack maka dianalisa berapa besarnya dan berapa sisa kekuatan pada yang tidak crack. Langkah berikutnya adalah menentukan berapa FCN yang masih bisa diperbolehkan terbang sebelum bagian tersebut perlu diganti.
Bila sudah tidak mampu menahan beban maka part atau bagian yang mengalami retak tersebut harus diganti atau ditambal sehingga beban dapat kembali diterima oleh bagian tersebut.
Lanjut Andi, ada prosedur manual yang dibuat oleh pabrikan untuk perbaikan pesawat yang mengalami keretakan.
ADVERTISEMENT
"Dalam Structure Repair Manual (SRM) memperlihatkan bagaimana melakukan reparasi crack dan apa bagaimana menentukan safe atau tidak," ungkapnya.
Respons Maskapai
PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) (GIAA) memberikan penjelasan terkait temuan crack pada 1 pesawat Boeing 737-800 NG miliknya. VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, M Ikhsan Rosan menjelaskan, armada tersebut sudah di-grounded sejak 5 Oktober 2019.
Proses grounded ditempuh setelah Garuda Indonesia melakukan pengecekan mendalam terhadap 3 unit pesawat Boeing 737-800 NG yang memiliki umur akumulasi lebih dari 30.000 FCN.
"Dari 3 itu, ketemu 1 crack (1 pesawat yang terdapat retakan). Pesawat itu langsung di-grounded per 5 Oktober," kata Ikhsan kepada kumparan, Selasa (15/10).
Selanjutnya, Garuda Indonesia melaporkan temuan tersebut ke Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kemenhub. Selain itu, Garuda Indonesia melakukan kerja sama dengan Boeing dalam proses penanganan crack selama masa grounded.
ADVERTISEMENT
"Selama grounded, kita lakukan perbaikan dan koordinasi sama Boeing," ungkapnya.
Garuda Indonesia juga mempertimbangkan untuk minta ganti rugi ke Boeing sebab mereka harus menghentikan operasional pesawat tersebut. Apalagi menurut ahli, temuan crack di pesawat Boeing 737-800 NG dengan usia 30.000 FCN dinilai janggal.
"Itu sedang kami pertimbangkan (minta kompensasi)," kata Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra (Ari Askhara) di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (16/10).
Meski begitu, Ari mengatakan, kejadian ini tak begitu berdampak besar. Selain karena hanya satu pesawat yang retak, perusahaan juga sudah menghentikan operasional sementara (grounded) sejak 5 Oktober.
"Yang cracking sudah kami. Itu justru menunjukkan Garuda maintenance-nya bagus karena bisa menemukan itu. Dan itu kami yakin sesuai. Jadi tenang saja," jelas dia.
ADVERTISEMENT