Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Arini Subianto: Di Balik Predikat Wanita Terkaya Indonesia
20 Desember 2017 9:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Wanita berambut pendek itu menyalami kami satu per satu. Senyum ramah terpancar dari wajahnya. Ia minta maaf karena terlambat beberapa menit dari waktu yang sudah dijanjikan.
ADVERTISEMENT
Ia tampak sehat, segar, penuh vitalitas. Orang mungkin tak bakal menyangka usianya kini --ya, tepat hari ini, Rabu 20 Desember 2017, menginjak 47 tahun.
Ia Arini Saraswaty Subianto --perempuan terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes. Namanya ada di peringkat ke-37 dalam daftar 50 orang terkaya Indonesia, dengan total kekayaan mencapai USD 820 juta atau setara Rp 11 triliun.
Predikat “wanita terkaya” versi Forbes itu tak membuat Arini bersukacita. Kali pertama mendengarnya, ia kaget bukan main. Ibu dua anak itu sungguh tak siap terekspose sedemikian rupa.
“Exsposure dari Majalah Forbes kadang-kadang jadi beban. Waktu pertama kali dapat beritanya, syok, terkejut,” kata Arini di kantornya, Persada Capital, Menara Kadin Lantai 10, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (12/12).
ADVERTISEMENT
Ucapan Arini tak berlebihan. Ia terlihat tak terlalu siap ketika kami, tim kumparan, datang dengan set lighting kamera lengkap, meski kami sudah memberitahukan sejak jauh hari melalui asistennya.
“Aduh, grogi nih. Enggak biasa diwawancara seperti ini. Ini enggak live kan?” ujarnya cemas sambil memasang microphone di kerah bajunya.
Arini jelas benar enggan bersemat label “wanita terkaya Indonesia”. Kekayaan itu, ujarnya, bukan cuma miliknya, tapi keluarga.
“Saya ini hanya mewakili keluarga. Kebetulan berdasarkan konsorsium keluarga, diputuskan saya yang meneruskan (kemudi perusahaan). Jadi dengan sendirinya, nama saya yang muncul (di Forbes).”
Ia mengambil alih kendali perusahaan sejak ayahnya, konglomerat Benny Subianto, meninggal awal tahun ini, Januari 2017. Benny membangun bisnisnya sejak era Orde Baru, dan kian gemilang di masa Reformasi. Ia Presiden Direktur PT Persada Capital Investama dan Komisaris PT Adaro Energy.
ADVERTISEMENT
Kini, putri sulungnya, Arini, menjabat Direktur Utama Persada Capital Investama, perusahaan induk milik keluarga Subianto.
Arini lantas menyesap kopi susu tanpa gula, minuman favoritnya, untuk sekadar menghilangkan rasa grogi di depan kamera.
“Kami (keluarga) tidak biasa dengan hal seperti itu (ekspose publik),” kata dia.
Perempuan kelahiran Jakarta itu tak pernah membayangkan akan mendapat amanah untuk menjaga gurita bisnis keluarganya.
Saat kembali ke Indonesia 19 tahun lalu, 1998, Arini belum tertarik berbisnis seperti ayahnya. Pun meski ia meraih gelar Master of Business Administration dari Fordham University Graduate School of Business Administration, New York, Amerika Serikat.
Selain gelar MBA itu, Arini juga mengantongi gelar Bachelor of Fine Arts in Fashion Design dari Parsons School of Design--juga di New York.
ADVERTISEMENT
Arini masih ingat betul, saat duduk di bangku SMP, ayahnya sering memanggil dia untuk bertanya tentang cita-cita dan rencana masa depannya. Pertanyaan itu, bagi sebagian orang, mungkin dianggap terlalu dini dilontarkan.
Atas pertanyaan ayahnya itu, Arini menjawab: arsitek.
Ia bahkan sempat masuk jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan Bandung selama satu tahun, sebelum hijrah ke New York untuk mendalami desain. Entah kenapa, kedua adik Arini pun memilih bidang pendidikan yang sama dengannya.
Otomatis, tiga putri Benny tak ada yang menempuh pendidikan bisnis. Namun itu tak jadi soal bagi sang pengusaha.
“Ayah selalu support keputusan saya dan adik-adik saya untuk mengikuti passion. Beliau enggak pernah memaksa. Jadi apapun langkah yang kami ambil, di-support,” kenang Arini.
ADVERTISEMENT
Ia tenang-tenang saja berkiprah di luar lingkaran bisnis keluarga hingga suaminya, Direktur Adaro Andre Mamuaya, meninggal karena kecelakaan. Tragedi ini mulai menandai rangkaian titik balik dalam hidup Arini.
“It’s a wake up call for everyone. Di situ kami baru sadar, sukses itu harus dipikirkan. Baru di situ kami membahas secara blakblakan di antara anggota keluarga dan atasan di Persada, langkah-langkah apa yang harus diambil jika salah satu dari kami enggak ada,” ujar Arini, kembali menyesap kopinya.
Dalam rapat tersebut, seluruh anggota keluarga sepakat menunjuk Arini sebagai penerus gurita bisnis Subianto. Arini pun mulai terjun ke dunia bisnis dengan dukungan penuh keluarga. Walau awalnya, sembari belajar cara mengurus perusahaan, ia hanya menjadi “boneka” sang ayah.
ADVERTISEMENT
Arini mengenang masa-masa ia menjadi “boneka” sang ayah di perusahaan.
“Saya pernah nanya, ‘Pak, saya di sini ngapain?’ Lalu dijawab, ‘Lah kalau kamu di sini (mengurus semuanya), aku kerja apa?’ Jadi saya di ruangan saya, meeting, tapi semua keputusan almarhum yang buat,” kata dia.
Arini baru terjun langsung memberikan keputusan atas perusahaan ketika kesehatan sang ayah mulai turun. Sampai ayahnya meninggal, ia terus memegang kendali bisnis keluarga hingga akhirnya Desember ini Forbes menobatkan dia sebagai wanita terkaya Indonesia.
Status sebagai perempuan tak menjadi kendala sama sekali bagi Arini dalam menyetir roda perusahaan. Ia tak pernah mengalami diskriminasi gender. Terlebih, banyak mitra bisnis keluarganya yang tumbuh bersamanya sejak kecil, sehingga mereka sudah saling mengenal layaknya keluarga kedua.
Apa kunci kesuksesan Arini meneruskan tampuk pimpinan perusahaan warisan sang ayah?
ADVERTISEMENT
Arini punya prinsip: harus belajar dan paham perkara lebih dulu sebelum berkomentar saat berbisnis. Sebab, orang lebih menghormati lawan bicara yang memahami pokok persoalan dalam perbincangan.
“Ketahui dulu, jangan komplain dulu. Pahami duduk perkara dulu. Tapi ini (sifatnya) personal, karena tiap orang mungkin punya pendapat berbeda,” kata dia.
Kini, dengan kekayaan yang luar biasa besar, apa sesungguhnya yang dipikirkan Arini?
Ia mengatakan, meski uang harus ada untuk menyambung hidup, tapi bukan berarti uang membuat masalah hilang.
“Saya pun punya problem, up and down yang orang lain enggak perlu tahu. Tapi lewat sosial media, yang dipajang dan dipamerkan oleh orang kan selalu happy-nya saja, enggak pernah terlihat masa susahnya,” ujar Arini.
ADVERTISEMENT
Kata pepatah Jawa, urip iku mung sawang sinawang, yang artinya: kehidupan itu tentang melihat dan dilihat. Akibatnya, orang saling membandingkan yang terlihat.
“Apa yang kita punya, syukuri, jangan lihat susahnya. Orang kan yang dipikir susahnya, enggak ingat waktu sedang senangnya. (Cara memandang) itu menurut saya penting,” kata Arini.
Jadi, apakah hidup Arini betul sedemikian sempurna seperti dilihat kebanyakan orang?
Jelas tidak. Sebab menjadi orang tua tunggal bukan perkara mudah. Kedua anak Arini yang kini remaja tak bisa merasakan peran maskulin dari sosok ayah yang telah tiada.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Arini bersyukur anak-anaknya tumbuh berprestasi. Ia juga bersyukur dikaruniai keluarga yang kompak dan dekat satu sama lain.
Pada akhirnya, titel wanita terkaya Indonesia tak banyak berarti bagi Arini. Ia justru risih dan merasa dirinya hanya wanita biasa.
Seperti perempuan lain, ia berjuang untuk membesarkan anak-anaknya, dan berupaya menjadi kakak yang menakhodai kedua adiknya.
Dan itulah yang terlihat dalam lensa kamera kami. Arini jauh dari kesan wanita pebisnis yang kaya raya. Ia, yang kerap menjawab dengan natural, membuat perbincangan satu jam jadi santai dan menyenangkan.
Saat wawancara usai dan ia melepas microphone, Arini minta maaf jika penampilannya di depan kamera tak terlihat bagus.
“Aduh, saya kelihatan aneh enggak? Saya enggak biasa diwawancara seperti ini. Takutnya saya salah ngomong atau jadi kelihatan aneh,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menjadi wanita terkaya di Indonesia, jelas tak membuat Arini menjadi angkuh. Ia tetap perempuan yang rendah hati.
Selamat ulang tahun, Arini. Semoga sukses dan bahagia mengiringi.
Live Update