Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Batas Atas Harga Rumah Murah Naik, Cek Daftarnya di Sini
25 Januari 2019 7:13 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB

ADVERTISEMENT
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mengajukan kenaikan batas atas harga rumah yang dapat disubsidi melalui program Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) pada tahun ini.
ADVERTISEMENT
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menegaskan, dalam kebijakan itu pihaknya tak menaikkan harga rumah murah. Sebab harga rumah menyesuaikan dengan harga tanah dan biaya pembangunan.
“Iya yang diatur ini hanya range rumah yang bisa disubsidi oleh pemerintah,” ucapnya kepada kumparan, Jumat (24/1).
Adapun pada 2010, pemerintah meluncurkan program kredit rumah yang diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dalam program itu, kredit rumah MBR dapat dicicil dengan tenor 20 tahun dan bunga yang dikenakan 5 persen flat.
“DP (Down Payment) KPR FLPP kan 1-5 persen, dapat SBUM (Subsidi Bantuan Uang Muka) juga,” kata Khalawi.
Dikarenakan KPR FLPP diperuntukkan bagi MBR, maka pemerintah menetapkan batas atas harga rumah yang dibangun pengembang. Saat ini yang tertinggi Rp 205 juta untuk Papua. Tujuannya agar cicilan yang harus dibayar MBR sesuai dengan kemampuan.
ADVERTISEMENT
“Karena KPR FLPP ini kan untuk MBR ya, jadi harga dan cicilan harus terjangkau. Itu bedanya dengan KPR komersial,” paparnya.
Dia menyebut, dengan ditingkatkannya range harga rumah yang dapat disubsidi pemerintah, diharapkan pasokan rumah untuk MBR lebih banyak. Karena jika harga tanah dan biaya pembangunan yang makin tinggi tak diiringi dengan kenaikan batas atas, maka pasokan semakin lama semakin sedikit.
“Aturan (batas atas yang lama) itu kan dibuat 2016 dan belum ada penyesuaian. Sedangkan harga tanah terus naik,” ucap Khalawi.

Berikut usulan kenaikan batas atas harga rumah yang bisa disubsidi:
1. Jawa (kecuali Jabodetabek) - kenaikan 7,69 persen
Harga jual 2018: Rp 130 juta
Harga Jual 2019: Rp 140 juta
ADVERTISEMENT
2. Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) - kenaikan 7,69 persen
Harga jual 2018: Rp 130 juta
Harga jual 2019: Rp 140 juta
3. Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) - kenaikan 7,75 persen
Harga jual 2018: Rp 142 juta
Harga jual 2019: Rp 153 juta
4. Sulawesi - kenaikan 7,35 persen
Harga jual 2018: Rp 136 juta
Harga jual 2019: Rp 146 juta
5. Maluku dan Maluku Utara - kenaikan 6,4 persen
Harga jual 2018: Rp 148,5 juta
Harga jual 2019: Rp 158 juta
6. Bali dan Nusa Tenggara (kecuali Kab Alor dan Sabu Raijua) - kenaikan 6,4 persen
Harga jual 2018: Rp 148,5 juta
ADVERTISEMENT
Harga jual 2019: Rp 158 juta
7. Papua dan Papua Barat - kenaikan 3,41 persen
Harga jual 2018: Rp 205 juta
Harga jual 2019: Rp 212 juta
8. Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) - kenaikan 7,35 persen
Harga jual 2018: Rp 136 juta
Harga jual 2019: Rp 146 juta
9. Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Alor, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Mahakam Ulu - kenaikan 6,51 persen
Harga jual 2018: Rp 148,5 juta
Harga jual 2019: Rp 158 juta