Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah melarang terbang sementara (temporary grounded) pesawat tipe Boeing 737 MAX 8.
ADVERTISEMENT
Tindakan ini diambil menyusul jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan maskapai Ethiopian Airlines.
Salah satu maskapai yang memiliki jenis pesawat tersebut adalah Garuda Indonesia yaitu sebanyak satu unit. Maskapai pelat merah itu memastikan patuh terhadap keputusan Kemenhub.
Meski demikian, Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara tidak menampik bahwa perseroan harus menanggung rugi akibat tidak beroperasinya satu unit pesawat.
“Sementara kita hitung sih sebulannya USD 3 juta (Rp 42,6 miliar, kurs USD 1: Rp 14.200) kalau enggak terbang. Mereka akan mengerti itu. Ini ada konsekuensinya. Mereka enggak bilang iya atau enggak. Mereka mengerti dan sedang persiapkan itu semua,” ungkap Ari di Kantor Pusat Garuda Indonesia, Kompleks Bandara Soekarno Hatta, Jumat (29/3).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, besaran biaya tersebut tidak semuanya ditanggung oleh Garuda. Ari menjelaskan, pihaknya juga meminta kompensasi dari pihak Boeing untuk ikut andil menanggung beban tersebut.
Garuda menggunakan skema beli dan menyewa kembali (sale and lease back) untuk pembelian pesawat Boeing 737 MAX 8. Melalui skema sale and lease back tersebut, Garuda akan menjual kembali pesawat yang dibelinya dari Boeing Commercial Airplanes kepada pihak lessor, bank, atau lembaga keuangan lain untuk kemudian menyewa kembali pesawat tersebut.
Transaksi model ini banyak digunakan di industri penerbangan dengan tujuan mengambil kembali uang yang diinvestasikan untuk membeli aset tersebut. Sehingga ketika pesawat Boeing 737 MAX 8 di-grounded, Garuda menghentikan pembayaran ke pihak lessor dan meminta Boeing untuk mengambilalih kewajiban tersebut.
“Lessor-nya kita setop, karena kita enggak berproduksi. Leasing cost-nya nanti si lessor akan nagih ke Boeing,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Ari, rugi USD 3 juta tersebut hanya terdiri dari leasing cost dan revenue. Meski demikian, secara bisnis, biaya yang hilang tersebut bisa ditutup dengan mengandalkan unit cadangan. Sehingga Ari menegaskan, meski ada satu unit yang tak beroperasi hal tersebut tidak menjadi kendala besar.
“Kita ada beberapa back up. Setiap tipe pesawat NG kita punya 3. Kalau satu grounded kita enggak masalah,” tandasnya.