Coal Switching di Pembangkit Listrik, Cara PJB Tekan Biaya Produksi

25 Maret 2019 8:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Kompleks PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Foto: Antara/Widodo S Jusuf
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Kompleks PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Foto: Antara/Widodo S Jusuf
ADVERTISEMENT
Bermunculannya pembangkit listrik dengan sistem teknologi terkini yang lebih canggih menjadi tantangan bagi perusahaan listrik di Indonesia. Pembangkit listrik yang sudah berusia puluhan tahun pun harus melakukan berbagai inovasi agar bisa tetap bertahan.
ADVERTISEMENT
Hal itu pula yang dirasakan anak usaha PLN, PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). Perusahaan yang berkantor pusat di Surabaya, Jawa Timur, tersebut harus melakukan berbagai langkah inovasi untuk bisa bersaing dalam bisnis ketenagalistrikan.
Direktur Operasi PJB, Sugiyanto, mengatakan energi listrik alternatif yang lebih ekonomis tak bisa dihindari. Sementara perusahaan yang banyak menggarap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), menggunakan batu bara yang harganya fluktuatif sebagai sumber bahan bakarnya.
"Coal management harus dilakukan karena Biaya Pokok Produksi (BPP) menjadi sasaran utama PLN," kata Sugiyanto dalam acara Media Gathering PJB di Surabaya, akhir pekan lalu.
Menurut Sugiyanto, biaya bahan bakar saat ini merupakan komponen terbesar dalam BPP, yakni mencapai 70 persen. Sementara energy mix yang digunakan pada sistem pembangkit Jawa-Bali adalah batu bara sekitar 65 persen.
Sejumlah wisatawan menaiki perahu yang akan membawa ke lokasi snorkling/diving di Pantai Binor dekat Kompleks PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Foto: Antara/Widodo S Jusuf
Menurut dia, saat ini metode yang dilakukan adalah dengan coal switching, yakni mengganti batu bara yang bernilai kalori tinggi dengan batu bara yang berkalori rendah, yakni dari 5.100 kcal per kilogram menjadi 4.500 kcal per kilogram.
ADVERTISEMENT
Menurut Sugiyanto, PLTU Paiton 1-2 yang dikelola perusahaan, menjadi pembangkit listrik yang berkontribusi terhadap penurunan BPP di sistem Jawa-Bali. Saat ini, kata dia, PLTU Paiton masih bisa beroperasi secara aman dengan menggunakan batu bara kalori 4.500.
"Saving di 2018 PLTU Paiton 1-2 mencapai Rp 148,36 miliar," katanya.
Adapun harga batu bara dengan nilai kalori 5.000 mencapai Rp 924 per kilogram. Sementara dengan kalori 4.500 Rp 760 per kilogram. Nett Plant Heat Rate (NPHR) dari batu bara kalori 5.000 mencapai 2625 kcal per kWh. Sedangkan dari kalori 4.500 mencapai 2690 kcal per kWh.
Jika menggunakan batu bara dengan kalori 5.000, BPP komponen C atau biaya bahan bakar mencapai Rp 485 per kWh. Sedangkan dengan kalori 4.500 hanya Rp 454 per kWh.
ADVERTISEMENT
"Dengan menggunakan batu bara 4000-4500 kcal kg, BPP komponen C diproyeksikan turun menjadi 352.38 Rp per kWh, sehingga posisi merit akan naik di posisi 10 besar," ujarnya.
Sugiyanto mengatakan, secara financial dengan mengganti batubara dari 5000 kcal per kilogram menjadi 4500 kcal per kilogram memang akan menaikkan jumlah konsumsi batu bara. Namun, karena harganya lebih murah, maka masih di dapat penghematan.
"Besar potensi penghematan yang didapat adalah sekitar Rp 166 miliar per tahun," ujarnya.
Suasana Kompleks PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Foto: Antara/Widodo S Jusuf
Sementara itu, General Manager PJB Unit Pembangkitan Paiton 1-2, Mustofa Abdillah, mengatakan pembangkit berkapasitas 2 x 400 MW berteknologi super critical didesain menggunakan batu bara berkalori medium-tinggi 5.100 kcal sampai 6.300 kcal.
Tingginya harga batu bara, kata dia, menuntut PJB Paiton untuk mengubah konsumsi batu bara dengan nilai kalori 4.500 kcal. Menurut dia, Inovasi coal switching yang dilakukan PJB Paiton sejak 2017 hingga saat ini tersebut telah berhasil menekan biaya operasi.
ADVERTISEMENT
Agar tidak ada gangguan dengan menggunakan metode coal switching, PJB Paiton mengatur strategi dengan hanya mengoperasikan 4 dari 5 mesin penggiling batu bara di pembangkit sehingga ada cadangan saat terjadi gangguan.
"Tentu kami harus melakukan tindakan preventif agar tidak ada gangguan pada pembangkit dan transmisi," katanya.