Dampak Teror Bom Berpotensi Bikin Konsumsi Masyarakat Menurun

15 Mei 2018 8:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mal. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mal. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu dampak lain dari kejadian teror bom di Surabaya yang terjadi belakangan ini berpotensi mengurangi konsumsi masyarakat khususnya menjelang Ramadhan untuk berkunjung ke tempat pusat perbelanjaan.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikatakan oleh Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira dalam menanggapi situasi yang terjadi baru-baru ini.
"Dampak lain kemungkinan di sektor pariwisata agak sedikit menurun. Masyarakat juga akan mengubah perilaku untuk mengurangi belanja di pusat-pusat perbelanjaan. Ini bisa berpengaruh ke konsumsi rumah tangga. Padahal momentumnya sebentar lagi Ramadhan, di mana tingkat konsumsi paling tinggi sepanjang tahun," ujarnya kepada kumparan (kumparan.com), Senin (14/5).
Bhima menambahkan, salah satu yang membuat perubahan perilaku masyarakat berubah dikarenakan adanya perbedaan kasus yang terjadi pada bom yang terjadi di Surabaya yang sifatnya menyerang warga lokal dibanding beberapa bom yang pernah terjadi beberapa tahun lalu seperti di bom Bali maupun bom JW Marriot yang menyerang warga asing. Meski demikian dirinya menambahkan, dampak yang terjadi ini hanya bersifat sementara.
ADVERTISEMENT
"Aksi teror belakangan ini yang sifatnya menyerang target warga lokal dan aparat keamanan, ini hanya temporer saja," tambahnya.
Aktivitas Ramadhan di berbagai mal di Jakarta (Foto: Dok. Lippo Mall)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas Ramadhan di berbagai mal di Jakarta (Foto: Dok. Lippo Mall)
Namun untuk iklim investasi dinilai tak ada permasalahan yang serius. Menurut dia, para investor akan lebih mencermati data-data ekonomi makro dan tren kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) The Fed. Selain itu, para investor juga akan melihat faktor fundamental ekonomi seperti inflasi, neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit).
"Sentimen positif masih cukup besar terlebih BI berencana naikkan bunga acuan yang diperkirakan sebesar 25-50 bps. Naiknya bunga acuan diharapkan menahan laju keluarnya dana asing. Saya kira pekan ini IHSG sangat mungkin kembali ke titik 6.000," tambah Bhima.
Sementara untuk iklim dunia usaha khususnya di Surabaya masih dinilai cukup strategis karena pada tahun lalu Jawa Timur pertumbuhan ekonominya mencapai 5,45%, ini lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
"Prospek bisnis di Surabaya masih cerah dengan tingkat populasi kelas menengah yang semakin besar. Tahun 2017 lalu pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 5,45% lebih tinggi dari rata-rata nasional 5,1%. Pengembangan kawasan industri di sekitar Surabaya juga bagus. Pelaku usaha saya kira sangat rasional melihat prospek jangka panjang," jelas Bhima.
Oleh karenanya, untuk menjaga iklim investasi, saat ini pemerintah diharapkan terus mewaspadai terkait adanya teror bom dan ancaman terorisme, apalagi pada tahun ini ada berbagai perhelatan besar yang akan berlangsung.
"Intinya pemerintah dan aparat keamanan tetap harus mewaspadai ancaman terorisme berdekatan dengan penyelenggaraan event-event besar seperti Pilkada, Asian Games dan IMF-World Bank meeting di Bali," jelas Bhima.