Darmin: Dolar Hampir Rp 14.900, Jangan Dibandingkan dengan 1998

4 September 2018 13:01 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Money Changer di Kwitang (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Money Changer di Kwitang (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih menunjukkan tren pelemahan hingga pada Selasa (4/9) siang ini hampir menyentuh Rp 14.900, namun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menilai kondisi saat ini jauh berbeda dengan saat krisis ekonomi 1998.
ADVERTISEMENT
“Iya sekarang sudah (lewat) Rp 14.000, tapi jangan bandingkan Rp 14.000 sekarang dengan 20 tahun lalu. Waktu 20 tahun lalu berangkatnya dari Rp 1.800 naik ke Rp 14.000,” katanya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/9).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumpulkan sejumlah menteri dan pejabat bidang ekonomi dan keuangan, untuk membahas upaya-upaya penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain Darmin, pertemuan itu juga diikuti Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto;
Selain itu turut hadir Menteri ESDM, Ignasius Jonan; Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo; Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso; Dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa  (4/5/2018). (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (4/5/2018). (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
“Saya heran itu ada di salah satu pers internasional yang membandingkan dolar AS itu dengan tembus angka terendah tahun 1998. Eh asal tahu saja, persoalan tahun 1998 itu 5 sampai 6 kali lipat itu,” ujar Darmin menambahkan.
ADVERTISEMENT
Mantan Gubernur Bank Indonesia ini juga mengakui, Indonesia menghadapi masalah defisit neraca transaksi berjalan, yakni hingga 3 persen dari PDB. Namun menurutnya, angka itu masih lebih kecil daripada Brasil, Turki, dan Argentina, yang saat ini didera krisis moneter.
Dia mengakui, penyakit yang dialami Indonesia ini adalah defisit neraca transaksi berjalan. Namun hal ini, kata Darmin, bukan masalah baru karena sudah terjadi sejak 40 tahun lalu.
“Kalau yang lain, inflasi di Argentina sekarang ini 30 persenan. Kalau lihat setahun yang lalu malah sampai 60 persen. Jadi kita inflasi berapa? Malah deflasi kemarin. Pertumbuhan oke kita 5 koma dia paling-paling berapa. Tolong membacanya yang fair,” ujarnya.