Darmin: Pemerintah RI Keberatan Diskriminasi UE Atas Kelapa Sawit

18 Maret 2019 17:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kiri) menyampaikan keterangan usai rapat koordinasi tentang kelapa sawit dan keanekaragaman hayati di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Senin (4/2). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kiri) menyampaikan keterangan usai rapat koordinasi tentang kelapa sawit dan keanekaragaman hayati di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Senin (4/2). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia akhirnya angkat suara terkait kebijakan Parlemen Uni Eropa (UE) yang menyetop minyak kelapa sawit atau CPO sebagai sumber bahan bakar kendaraan.
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan pemerintah Indonesia keberatan dengan kebijakan tersebut.
"Pemerintah menyampaikan keberatan atas keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi draft Delegated Regulation yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan, berisiko tinggi," katanya saat menggelar konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (18/3).
Kata Darmin, pemerintah menilai kebijakan penyetopan kelapa sawit yang dilakukan oleh Parlemen Eropa sangat diskriminatif. Sebab, dalam perancangan kebijakan tersebut, parlemen Eropa tidak menjelaskan secara komprehensif mengenai dampak secara ilmiah perbandingan antara kelapa sawit dan tumbuhan minyak nabati lainnya.
"Yang menarik di Indirect Land Use Change (ILUC) itu tidak ada kajian yang komprehensif bagaimana membandingkan CPO dengan minyak bunga matahari atau rapeseed oil. Bahkan belum ada kajian mohon maaf soybean AS itu low risk. Nah ini namanya tindakan diskriminatif," terangnya.
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Pixabay
Darmin mengatakan hal ini sebagai kompromi politik di internal UE yang bertujuan untuk mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel UE yang menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk rapeseed oil yang diproduksi UE.
ADVERTISEMENT
Darmin pun menambahkan selama ini UE telah memasuki negara industri yang maju. Padahal dahulu Eropa juga melakukan penebangan hutan.
"Sehingga mereka lebih memperhatikan soal hutan kita. Karena mereka maju dari dulu," katanya.
Adapun hingga kini, Komisi Eropa telah mengadopsi Delegate Regulation no. C (2019) 2055 Final tentang High Risk and Low Risk Criteria on biofuel pada tanggal 13 Maret 2019. Dokumen ini akan diserahkan ke European Parliament Council untuk melalui tahap scruitinize document dalam kurun waktu 2 bulan ke depan.
"Di dalam perjalanannya, dia bisa lebih cepat dari itu. Oleh karena itu kita perlu menyampaikan pandangan dengan posisi kita pada delegate regulation," tuturnya.