Dear Pengguna Ojol, Kalian Bisa Hemat dengan Pakai Transportasi Umum

12 Februari 2019 19:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Grab. Foto: Grab
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Grab. Foto: Grab
ADVERTISEMENT
Bagi kalian yang menggantungkan tranportasi ojek online (ojol) untuk aktivitas sehari-hari, boleh jadi sedang was-was dengan rencana kenaikan tarif yang sedang dikaji Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
ADVERTISEMENT
Namun tenang, masih ada alternatif yang bisa Anda coba yaitu naik transportasi umum. Hari ini, pukul 18.30 WIB, kumparan mencoba menghitung estimasi perjalanan sepulang kerja dari Sudirman Central Bussiness District (SCBD) menuju Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Jika menggunakan ojol, Anda perlu merogoh kocek sebesar Rp 22.000 dengan jarak tempuh sekitar 11,8 km. Sementara, jika naik TransJakarta, Anda perlu naik dari halte polda Metro Jaya, lalu menyambung ke Karet Sudirman hingga ke arah Ragunan dengan biaya hanya Rp 3.500 sekali jalan, lalu Anda bisa jalan kaki atau naik angkot Rp 3.000 yang totalnya hanya Rp 6.500.
Atau alternatif transportasi umum lain yaitu menggunakan KRL atau Commuter Line. Anda bisa pula naik KRL dari SCBD yaitu ke arah Stasiun Sudirman dengan ojol seharga Rp 11.000 (2,8 km), kemudian naik kereta Rp 3.000 hingga halte Pasar Minggu. Lalu, ke Jati Padang Anda bisa menggunakan angkot Rp 3.000. Sehingga total, sekitar Rp 16.000.
ADVERTISEMENT
Dengan formula itu, Anda yang menggunakan angkutan umum pun bisa menghemat uang mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 15.500 untuk sekali jalan dan dikali dua untuk tarif pulang pergi (PP) dari SCBD ke Jati Padang, Pasar Minggu. Bagaimana jika itu dilakukan dalam seminggu, sebulan, hingga setahun? Pasti penghematannya akan lebih besar.
Ilustrasi GOJEK Foto: REUTERS/Garry Lotulung
Sebelumnya, kumparan juga mewawancarai beberapa konsumen ojol yang pengeluarannya membengkak jika dihitung dalam setahun. Bahkan, untuk ojol saja pengeluarannya bisa puluhan juta dalam setahun.
Seorang pekerja media yang tinggal di daerah Palmerah, Jakarta Barat, Isna (24) mengatakan, dia sedikitnya menganggarkan biaya transportasi ojol sebesar Rp 1,3 juta hingga Rp 1,8 juta per bulan yang jika ditotal bisa mencapai Rp 22,56 juta per tahun.
ADVERTISEMENT
"Perjalanan ojol sebanyak 4 kali dalam sehari yaitu Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu sekali perjalanan," katanya.
Salah seorang mahasiswa magister dan karyawan swasta di Jakarta, Aris Munandar (25) mengatakan, dalam sebulan ia bisa menghabiskan sekitar Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta untuk biaya perjalanan ojol. Maka setidaknya butuh nyaris Rp 30 juta dalam setahun.
"Macam-macam, untuk ke kampus, ke perpus dan main di sekitar Jakarta per minggu bisa Rp 450 sampai Rp Rp 500 ribu lah. Sehari bisa empat kali dengan estimasi jarak 3-14 km," ujar dia.
Aris mengungkap alasannya menggunakan ojol karena praktis. Di sisi lain, ia juga mengaku, transportasi umum juga dikatakan belum memadai.
ADVERTISEMENT
"Saya sebenarnya senang naik transportasi umum, tapi karena enggak ada pilihan, seperti kereta yang berhentinya lama di luar ekspektasi kita, jadi mendingan naik ojol, praktis," imbuh dia.
Mitra pengemudi GOJEK. Foto: REUTERS/Beawiharta
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio pun tak menafikan soal sistem transportasi Indonesia utamanya di ibu kota yang masih belum terintegrasi dengan baik. Sehingga, ojol menjadi transportasi andalan masyarakat.
"Itu kan kegagalan pemerintah menyediakan transportasi umum, kan itu. Di India kan begitu transportasi umumnya terkoneksi dengan baik, hilang (ojol) sendiri kok," kata dia.
Berkenaan itu, Humas PT KAI Commuter Jabotabek Eva Chairunissa mengatakan, pihaknya kini terus meningkatkan pelayanan dan kemudahan untuk masyarakat dengan membenahi kualitas perjalanan dan layanan kereta sebagai transportasi publik agar semakin diminati oleh konsumen.
Fitur baru Grab, 'GrabNow'. Foto: Grab Indonesia
"Pemerintah melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), bagaimana transportasi publik bisa menjadi transportasi yang mengalihkan kemacetan, sekarang sedang dikembangkan integrasi antar moda, baik secara fisik maupun secara sistem. Misalnya saja di Tebet yang terhubung kereta dan transportasi lainnya," katanya dihubungi berbeda.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pihaknya juga mengklaim terus memperbaiki fasilitas penunjang agar konsumen bisa menggunakan transportasi umum seperti penyediaan lahan parkir.
"Meski tidak bakal bisa menampung parkir untuk 30 ribu orang semua penumpang KRL, tapi setidaknya bisa mengakomodir mereka yang menyambung dari rumah menggunakan kendaraan ke kereta. Intinya bagaimana koneksi terbentuk," tandasnya.