Digugat Perusahaan Tambang Inggris di Arbitrase, Indonesia Menang Lagi

25 Maret 2019 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses dumping tambang batubara. Foto: Sigid Kurniawan/Antara
zoom-in-whitePerbesar
Proses dumping tambang batubara. Foto: Sigid Kurniawan/Antara
ADVERTISEMENT
Badan Penyelesaian Sengketa Investasi Internasional atau Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) kembali menolak gugatan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd yang berasal dari Australia.
ADVERTISEMENT
Penolakan itu menegaskan Indonesia tak melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) seperti yang dituduhkan Churchill dan Planet.
Ini adalah kali kedua Churchill Mining kalah di ICSID. Perkara ini sudah dibawa ke ICSID sejak 22 Mei 2012. Namun sidang putusan tertanggal 6 Desember 2016, ICSID menolak segala bentuk tuntutan Churchill terhadap pemerintah Indonesia.
Churchill lantas mengajukan keberatan pada putusan tersebut. Namun lagi-lagi, Churchill harus menelan pil pahit karena dinyatakan kalah pada tanggal 18 Maret 2019.
"Kemenangan yang diperoleh pemerintah Indonesia dalam forum ICSID ini bersifat final, berkekuatan hukum tetap sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan oleh para penggugat," tegas Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (25/3).
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula 9 tahun tahun silam. Saat itu, para penggugat menuduh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bupati Kutai Timur, melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT).
Pelanggaran yang dimaksud adalah melakukan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan prinsip perlakuan yang adil dan seimbang (fair and equitable treatment) melalui pencabutan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan Eksploitasi (KP/IUP Eksploitasi). Pencabutan konsesi itu dilakukanBupati Kutai Timur pada 4 Mei 2010, terhadap anak perusahaan para penggugat (empat perusahaan Grup Ridlatama), atas area tambang batu bara seluas lebih kurang 350 Km persegi, di Kecamatan Busang.
Para penggugat mengklaim bahwa pelanggaran tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap investasinya di Indonesia. Mereka mengajukan gugatan sebesar USD 1.3 miliar.
Terhadap gugatan tersebut, pada tanggal 6 Desember 2016, Pengadilan ICSID menolak semua klaim yang diajukan oleh para penggugat terhadap Republik Indonesia. Pengadilan ICSID selanjutnya juga mengabulkan klaim pemerintah Indonesia untuk mendapatkan penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar USD 9,4 Juta.
ADVERTISEMENT
Dalam jalannya persidangan yang kemudian ditegaskan dalam putusannya, Pengadilan ICSID menerima argumen dan bukti-bukti, termasuk keterangan ahli forensik yang diajukan oleh pemerintah Indonesia dapat membuktikan adanya pemalsuan, yang kemungkinan terbesar menggunakan mesin autopen.
Terdapat 34 dokumen palsu yang diajukan oleh penggugat dalam persidangan (termasuk izin pertambangan untuk tahapan general survey dan eksplorasi) yang seolah-olah merupakan dokumen resmi/asli yang dikeluarkan oleh pelbagai lembaga pemerintahan di Indonesia, baik pusat maupun daerah.
Menkumham Yasonna Laoly saat Konferensi pers pertemuan Siti Aisyah bersama keluarganya di Kementerian Luar Negeri. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sementara itu, Pengadilan ICSID sepakat dengan argumentasi pemerintah Indonesia bahwa investasi yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum internasional.
“Menangnya kita ini sekaligus memberi pesan khusus untuk investor asing yang punya itikad tidak baik, kalau mau berinvestasi kadang mereka tidak melakukan due diligence yang baik. Tidak lihat dulu surat-suratnya, data-datanya bidang legalnya seperti apa, hak-hak yang ada di situ,” katanya.
ADVERTISEMENT
Pengadilan ICSID juga menemukan bahwa para penggugat tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses perizinannya (lack of diligence). Sehingga berdasarkan di antaranya, fakta dan pertimbangan sebagaimana telah dikemukakan, Pengadilan ICSID menyatakan klaim dari penggugat ditolak.
Akhirnya, pada tanggal 18 Maret 2019 Komite ICSID menegaskan kemenangan Indonesia melalui sebuah putusan yang final dan berkekuatan hukum tetap (Decision on Annulment).
“Apa pesan yang bisa kita dapat disini adalah bahwa Indonesia bisa memenangkan arbitrase-arbitrase internasional. Ini pertama kalinya Indonesia menang besar dalam gugatan ini,” cetusnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh Indonesia ketika memenangkan gugatan ini adalah:
1. Indonesia terhindar dari klaim sebesar USD 1.3 miliar
ADVERTISEMENT
2. Mendapat penggantian biaya perkara sebesar USD 9.4 Juta merupakan yang
terbesar yang pernah diputus Tribunal ICSID