Ditegur Jokowi soal Impor Migas, Apa yang Sudah Dilakukan Jonan?

10 Juli 2019 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan usulan saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan usulan saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada Senin (8/7) lalu menggelar rapat bersama sejumlah menteri Kabinet Kerja untuk membahas perkembangan ekonomi di Indonesia, termasuk soal ekspor dan impor.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menegur kinerja Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignasius Jonan karena tingginya angka impor minyak dan gas (migas) yang memicu defisit neraca perdagangan.
Jonan bertanggung jawab untuk mendorong penggunaan energi terbarukan maupun sumber-sumber energi lain yang dapat menekan impor bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, ia juga bertanggung jawab untuk menjaga produksi migas nasional. Jika produksi migas terus merosot, impor bakal meningkat.
Apa yang sudah dilakukan Jonan untuk mengurangi impor migas?
1. Mendorong Penggunaan Biodiesel
Mandatori penggunaan biodiesel 20 persen (B20) untuk campuran Solar telah berjalan sejak Januari 2016 dan diperluas penggunaannya pada September 2018. Program ini akan ditingkatkan lagi menjadi biodiesel 30 persen atau B30.
ADVERTISEMENT
Pada 13 Juni 2019 lalu, Jonan meluncurkan road test atau uji coba Biodiesel B30 atau campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar Solar ke kendaraan roda empat bermesin diesel.
"Road test B30 ini bukan uji jalan saja, tapi juga mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan B30, performa termasuk akselerasi kendaraan tidak turun dan perawatannya tak memakan biaya tambahan," ujar Jonan, Kamis (13/6).
Menteri ESDM Ignasius Jonan saat mengisi bahan bakar Biodiesel B30 pada mobil bermesin diesel di Kementerian ESDM, Kamis (13/6). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
2. Dorong Pertamina Borong Minyak Domestik
Jonan telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri. Dengan adanya beleid ini, Pertamina dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi wajib mengutamakan pasokan minyak bumi yang berasal dari dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Demikian juga Kontraktor atau afiliasinya wajib menawarkan minyak bumi bagian Kontraktor kepada PT Pertamina (Persero) dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi. Minyak bagian KKKS yang biasanya diekspor, kini harus ditawarkan ke Pertamina. Hal ini untuk mengurangi impor minyak mentah yang dilakukan Pertamina.
Hingga Juni 2019, Pertamina telah menyepakati pembelian 116.900 ribu barel minyak mentah per hari yang merupakan bagian kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), meningkat lebih dari 800 persen dibandingkan dengan volume pembelian tahun 2018 sebesar 12.800 barel per hari.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, menjelaskan bahwa volume minyak tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan 37 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di Indonesia. Menurutnya, dengan adanya pembelian minyak mentah domestik tersebut, dapat meningkatkan kedaulatan energi Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Dengan mengambil minyak mentah dari dalam negeri, maka semakin mendukung upaya kami untuk mengamankan pasokan bahan baku untuk kilang-kilang Pertamina,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (2/7).
3. Mendorong Penggunaan Mobil Listrik
Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengungkapkan bahwa Jonan telah menyelesaikan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) untuk pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Rancangan Perpres itu sudah diserahkan ke Sekretariat Negara (Setneg) sejak 2018 lalu. Namun sudah lebih dari setahun, Perpres itu belum juga disahkan.
"Upaya serius dan terus menerus untuk mengembangkan mobil listrik sebenarnya juga untuk mengurangi impor BBM, di samping menggunakan kendaraan yang bersih lingkungan. Sayangnya, Perpres yang mengatur kendaraan listrik hingga kini belum juga terbit. Padahal sudah banyak investor mobil listrik yang menyatakan komitmennya untuk membangun manufaktur mobil listrik di Indonesia, tetapi para investor itu masih menunggu kepastian Perpres-nya," tegasnya kepada kumparan, Rabu (10/7).
ADVERTISEMENT