Era Kebangkitan Perum PPD, Berhasil Raup Untung Rp 156 juta di 2013

8 Desember 2018 12:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perum PPD melaunching JA connection (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perum PPD melaunching JA connection (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ingatan Direktur Utama Perum PPD, Pande Putu Yasa, jauh melayang ke masa-masa silam Perum PPD. Masih lekat diingatannya, dia mendapati surat dari Kementerian BUMN yang menyatakan perusahaan yang selama ini tempatnya bekerja harus dilikuidasi.
ADVERTISEMENT
Tapi, Pande memiliki keyakinan hal itu tidak perlu. Perum PPD memang diambang kehancuran karena kerugian yang membelit, tapi nadi perseroan masih berdegup sehingga tidak perlu ada kata pailit.
Jadilah, tahun 2012 menjadi titik balik Perum Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) itu. Saat diamanahkan memimpin Perum PPD tahun itu, Pande langsung mengubah aturan yang selama ini menggerogoti perusahaan.
Pertama, adalah membenahi masalah sumber daya manusia. Pande merumahkan 3.700 karyawannya saat itu. Keputusan ini banyak ditentang para karyawan yang tidak terima. Tapi Pande tidak goyah meski menghadapi ancaman dan protes sana-sini. Pande merumahkan ribuan karyawan saat itu karena kualitas sumber daya manusia yang tidak sesuai standar.
Tapi, Pande mengklaim tidak begitu saja memecat mereka. Di akhir masa kerja puluhan karyawan, termasuk para supir, mereka diberikan pesangon 52 kali gaji, nilai yang menurutnya melebihi ketentuan karena dalam undang-undang, maksimal pesangon hanya 35 kali gaji. Pande juga mengucapkan terima kasih tetap disampaikan PPD saat itu kepada mereka.
ADVERTISEMENT
"Yang utama adalah merestrukturiasi SDM, barulah kita lakukan restrukturisasi operasional. Dulu kita pakai sistem konvensional dengan kata lain pendapatan yang ada lari ke awak bus dulu, setelah dari sana baru disetorkan ke perusahaan sehingga nilainya yang diterima perusahaan saat itu sangat minim sekali, bahkan dalam tanda kutip, kebocoran paling dominan ada di lapangan," kata Pande saat berbincang dengan kumparan kantornya kawasan Cawang, Jakarta, Sabtu (8/12).
Perum PPD melaunching JA connection (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perum PPD melaunching JA connection (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
Dari sistem itulah, kata Pande, yang coba dibenahi perusahaan di dalam. Sistem pengumpulan pendapatan yang mulanya dibagikan di lapangan menjadi e-ticketing. Jadi, semua pendapatan setiap hari masuk ke sistem keuangan perusahaan melalui perbankan.
Sistem e-ticketing ini dimulai Perum PPD dengan 10 unit bus yang didapatnya dari Kementerian BUMN. Bus-bus ini keluaran baru, bukan bus rongsokan yang sebelumnya melekat dalam imej perusahaan.
ADVERTISEMENT
Setelah mencoba 10 bus pertama, hasilnya mulai kelihatan. Pande mengatakan kebocoran 60 persen sudah berkurang menjadi tinggal 10 persen saja. Dengan kata lain, 90 persen pendapatan masuk ke kas perusahaan.
Yang tak kalah menggembirakan, setelah 10 bus itu dijalankan dengan sistem e-ticketing, perusahaan mendapatkan untung. Ini merupakan prestasi paling anyar dari perusahaan yang selama puluhan berjalan tak pernah untung.
"Di 2013 alhmadulillah PPD catatakan laba Rp 156 juta dari sebelumnya rugi miliaran rupiah di 2012. Berarti ini ada perubahan tren yang nyata, akhirnya kita mulai tingkatkan lagi dengan benahi sistem yang ada, termasuk sistem pengendalian di lapanga, sistem operasionalnya, semua kita benahi," sebutnya.
Kemajuan ini, kata Pande, membuat perusahaan semakin semangat untuk makin memajukan PPD dengan membuktikan pada tahun berikutnya, mendapatkan untung. Pande menghitung, sejak laba pertama pada 2013 sebesar Rp 156 juta hingga 5 tahun berjalan, perusahaan mendapatkan laba Rp 12,8 miliar pada triwulan III 2018.
ADVERTISEMENT
Melihat PPD mulai bangkit, Kementerian Perhubungan memberikan bantuan bus di tahun-tahun berikutnya. Jumlahnya pun terus bertambah mulai dari 15 bus, 78 bus, hingga yang terbanyak pada 2015 sebanyak 600 bus. Ini merupakan bantuan terbanyak yang pernah diterima PPD dari pemerintah.
Tak ingin bus gratis itu diberikan begitu saja, Perum PPD pun melakukan kontrak dengan Transjakarta. Dari 600 bus yang masuk ke Perum PDD, sebanyak 494 unit menjadi bus yang dijalankan perusahaan bersama perusahaan DKI Jakarta itu.
Suasana deretan bus Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) yang terparkir di Pool Ciputat, Tangerang Selatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana deretan bus Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) yang terparkir di Pool Ciputat, Tangerang Selatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Dari 494 unit itu dibayar rupiah per kilometer (oleh Transjakarta). Per kilometernya hampir Rp 9.000 sekian. Itu pendapatannya sudah di depan mata," lanjut dia.
Di bidang SDM, kata dia, usai merumahkan 3.700 karyawannya, saat itu dia merekrut 25 supir untuk 10 bus pertama pada 2012. Pemilihan karyawan dilakukan dengan ketat agar kejadian di masa lalu tidak terulang, tapi dia tidak menutup kemungkinan menerima supir lama asal syarat terpenuhi seperti yang terjadi pada Ace.
ADVERTISEMENT
Pande mensyaratkan, untuk supir minimal SMA dan staf di kantor minimal D3. Dari 25 supir yang dimiliki pada 2012, kini, perusahaan memiliki 1.300 dan 400 staf kantor.
Pun dengan gaji, Pande mengklaim supir PPD saat ini berpendapatan sangat sejahtera dengan dua kali UMP DKI Jakarta menjadi sebesar Rp 6-7 juta. Pembayaran pun dilakukan rutin tiap bulan lewat rekening supir. Majunya PPD ini membuat banyak orang di luar sana ingin menduduki kursi penting direksi. Pande sendiri tahun ini memasuki periode kedua kepimpinannya yang bakal berakhir 4 tahun lagi.
"Jadi dalam mengelola ini semua memang dibutuhkan ketekunan, kejujuran, dan kesungguhan. Belum lagi ide-ide gila, saya katakan gila karena kita selalu berpikir melampaui ke depan. Kalau dulu, siapa yang mau jadi Direksi PPD, enggak ada yang mau. Sekarang, berebut," kata dia.
ADVERTISEMENT