Fakta-fakta Naiknya Iuran BPJS Kesehatan Mulai 1 Januari 2020

6 September 2019 7:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas yang mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas yang mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Untuk menutup defisit BPJS Kesehatan, pemerintah berencana untuk menaikkan iuran peserta.
ADVERTISEMENT
Rencana kenaikan ini pun semakin kencang berhembus, saat defisit BPJS Kesehatan terus membengkak tiap tahun. Hingga akhirnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani memastikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan dilakukan di awal tahun depan.
“Kenaikan ini akan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2020, jadi belum sekarang. Masih ada waktu untuk memperbaiki hal-hal yang perlu dilakukan,” katanya di Lemhanas, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
Puan menjelaskan, setelah Perpres kenaikan BPJS Kesehatan terbit, maka kebijakan tersebut baru akan dilakukan. Sehingga hal ini tidak membebani masyarakat.
Menurutnya, para anggota DPR juga tidak keberatan dengan kebijakan ini. Asalkan jalan yang ditempuh ini bisa membuat BPJS Kesehatan tetap melayani masyarakat.
ADVERTISEMENT
"DPR hanya meminta agar kita segera memberikan evaluasi terkait hal-hal yang perlu dibenahi di dalam BPJS," ucapnya.
Di sisi lain, Puan menegaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini hanya berlaku untuk kalangan peserta mandiri.
Sebagai catatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan agar iuran seluruh kelas BPJS Kesehatan naik, kelas 1 dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000, kelas 2 dari Rp 51.000 menjadi Rp 75.000, dan kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan kenaikan iuran lebih dari DJSN. Untuk kelas 2 diusulkan naik menjadi Rp 120.000, sementara untuk kelas 1 diusulkan menjadi Rp 160.000.
Iuran Tak Naik Sejak 2016
Dari catatan kumparan, iuran BPJS Kesehatan tak pernah mengalami penyesuaian sejak 1 April 2016. Ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Kenaikan besaran iuran tersebut berlaku mulai 1 April 2016. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 16 F dalam Perpres tersebut. Adapun perubahan ini dikhususkan bagi kategori peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja.
Adapun besaran kenaikan iuran saat itu adalah:
1. Ruang perawatan kelas III menjadi Rp 30.000 dari sebelumnya Rp 25.500 per bulan,
2. Ruang perawatan kelas II menjadi Rp 51.000 dari sebelumnya Rp 42.500 per bulan,
3. Ruang perawatan kelas I menjadi Rp 80.000 dari sebelumnya Rp 59.500 per bulan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris hadiri Rapat Kerja Gabungan Komisi IX DPR RI dan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Defisit BPJS Kesehatan Diperkirakan Capai Rp 77 Triliun di 2024
Defisit BPJS Kesehatan diprediksi akan capai Rp 77 triliun di tahun 2024. Hal ini diperkirakan terjadi lantaran penerimaan iuran hanya sekitar Rp 133 triliun, sedangkan pembayaran klaim mencapai Rp 220 triliun.
ADVERTISEMENT
Karenanya, kenaikan iuran disebut sangat mendesak untuk dilakukan. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menyebut, besaran iuran saat ini terlalu rendah, sehingga klaim yang harus dibayar begitu timpang.
Fachmi mengungkapkan di tahun 2019 jika iuran tak dinaikkan, defisit mencapai 32 triliun. Sementara di 2020 mencapai Rp 39 triliun, di 2021 mencapai Rp 50,1 triliun, di 2022 mencapai Rp 58 triliun, dan di 2023 mencapai Rp 67 triliun.
"Defisit di tahun 2024 akan mencapai Rp 77 triliun kalau tidak melakukan perbaikan iuran," bebernya dalam rapat gabungan di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9).
DPR Tolak Kenaikan Iuran Kelas 3, Tapi Kelas 1 dan 2 Disetujui
Komisi IX dan Komisi XI DPR RI menolak kenaikan iuran untuk kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut merupakan kesimpulan dari Rapat Kerja Gabungan‎ (Rakergab) antara Komisi IX dan Komisi XI DPR RI dengan Kemenkeu, BPJS Kesehatan, Kemensos, Bappenas, DJSN, dan Kementerian Kesehatan.
“Komisi IX DPR RI dan Komisi XI DPR RI menolak rencana pemerintah untuk menaikkan premi JKN untuk PBPU dan BP kelas III," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Soepriyatno di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9).
Dia menyebut, penolakan itu berlaku hingga pemerintah menyelesaikan data cleansing. Adapun data cleansing bermaksud untuk memastikan masyarakat miskin masuk dalam kategori PBI BPJS Kesehatan.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek (kanan), Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kedua kanan), Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Tubagus Achmad (keduankiri) dan Kepala BPJS Kesehatan Fachmi Idris saat Rapat Kerja Gabungan Komisi IX DPR RI dan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Penunggak Iuran Akan Ditagih Paksa
Selain karena besaran iuran yang tidak sesuai, BPJS Kesehatan juga mencatat ada 12 juta jiwa atau 39 persen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) tidak tertib membayar iuran.
ADVERTISEMENT
Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menyebut untuk meningkatkan tingkat kolektabilitas atau penagihan iuran, pihaknya berencana untuk melakukan penagihan secara door to door.
"Kami juga akan door to door untuk menagih tagihan," bebernya dalam rapat gabungan di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9).
Dia mengatakan selama ini, pihaknya melakukan self collecting dalam melakukan penagihan, misalnya seperti peringatan melalui SMS dan email. Namun cara tersebut memang diakuinya belum efektif.
“Kami akan melakukan 4 tahap (untuk menginvestigasi kepesertaan), yaitu sosialisasi langsung dan tidak langsung, menambahkan akses dalam pembayaran iuran, mengupayakan peserta mandiri tidak mampu membayar masuk dalam PBI APBN maupun APBD, dan mengadvokasi RS untuk memberikan hak pelayanan," kata Fachmi.
JK: Kenaikan Iuran BPJS Lebih Murah dari Rokok dan Pulsa
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyinggung rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Menurut dia, kenaikan iuran terutama BPJS Kesehatan Kelas III, tak sebanding dengan harga satu bungkus rokok dan pulsa yang dibeli masyarakat.
"Kenaikan itu setengah dari pengeluaran (pulsa) handphone sebulan satu orang, jadi tidak besar," kata Jusuf Kalla saat menerima pengurus HMI di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
"Apalagi merokok, itu satu bungkus, sebulan, padahal dia merokok satu bungkus sehari. Jadi tidak besar dibandingkan dengan pengeluaran yang lain, tapi sangat bermanfaat untuk kehidupan kesehatan dia," kata dia menambahkan.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) bersama Ibu Negara Iriana Jokowi (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) dan istri Mufidah Jusuf Kalla (kanan) dalam Upacara Peringatan HUT ke-74 RI di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (17/8). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
JK mengatakan pemerintah tetap akan menanggung beban BPJS Kesehatan bagi hampir 120 juta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya berlaku untuk kalangan peserta mandiri.
ADVERTISEMENT
"Untuk orang miskin yang dibayarkan pemerintah. Jadi kalau terjadi kenaikan iuran itu tidak berpengaruh apa-apa untuk orang miskin karena itu dibayarkan pemerintah. Itu hanya berpengaruh untuk orang mampu, orang punya pekerjaan pemilik kelas I, II atau orang-orang yang bekerja," kata JK.
Selain dengan harga rokok, JK juga membandingkan kenaikan iuran dengan kebutuhan pulsa rata-rata yang dikeluarkan masyarakat Indonesia yang tak lebih dari Rp 50.000.
"Itu seorang di rumahnya biasa ada 3 HP. Itu bapaknya ibunya, anaknya, rata-rata pulsa itu saya kira Rp 20-30 ribu," jelasnya.