Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Harapan Pengusaha: Debat Capres Hadirkan Solusi
13 Februari 2019 21:14 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO ) Hariyadi Sukamdani mengatakan, para pengusaha menantikan debat kedua ini. Bila merujuk ke tema yang diangkat, kata dia, pengusaha menginginkan ada solusi yang konkret dari masalah pangan dan energi di dalam negeri.
Misalnya impor minyak dan LPG yang semakin besar dan membuat beban subsidi yang ditanggung juga makin berat.
“Dari waktu ke waktu impor (BBM) makin besar volumenya, kebijakan ke depan harus ada seperti apa. Kalau seperti ini, subsidi terus, nanti enggak akan membuat masyarakat kita sadar bahwa energi mahal. Kalau disubsidi, enggak sadar karena murah. (Jadi) harus disesuaikan harganya,” kata dia saat ditemui di Kantor APINDO, Jakarta, Rabu (13/2).
Hariyadi yang sekaligus Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga menyoroti masalah pangan yang menjadi pekerjaan rumah bersama semua pihak. Kata dia, selama ini data ketersediaan pangan di dalam negeri simpang siur. Ada kementerian yang mengklaim data pangan tertentu surplus, di sisi lain ternyata di lapangan stoknya tidak ada.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, data-data tersebut harus segera diperbaiki karena sangat berpengaruh pada keberlaangsungan industri lain di dalamnya. Sebagai contoh, kata dia, adalah masalah jagung.
Produksi jagung ada yang digunakan untuk industri makanan dan minuman, ada juga yang digunakan untuk pakan ternak. Jika data tentang produksi jagung nasional tidak sama antar lembaga kementerian dan kondisi di lapangan, kata dia, akan menghambat produktivitas industri yang bersangkutan.
“Di sektor industri jagung, jagung itu dipakai industri mamin dan unggas. Ada satu kebuhtuhan datanya beda, Kementerian Pertanian (bilang) cukup, padahal di lapangan enggak ada stoknya, kan repot. Mentan enggak mau koreksi, ego dia,” kata dia.
Selain jagung, industri garam pun mengalami hal yang sama. Padahal, jika stok nasional mampu menenuhi kebutuhan di dalam negeri, output yang dihasilkan bisa besar. Karena itu, kata dia, APINDO berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bisa diraih apabila output kapasitas di dalam negeri maksimal, termasuk output jasa.
ADVERTISEMENT
“Jagung itu, sebuta dia, sebetulnya jika maksimalkan bakal meningkatkan nilai tambah besar. Pertanyaan kan kalau dibuat maksimal, jual ke mana? Enggak usah dipikirin. China juga gitu, begitu output besar, sisa bisa dieskpor. Jadi PHRI bersikeras tiket (pesawat) itu menghambat pertumbuhan. Semua yang menghambat output itu hilangkan, jadi harus tingkatkan output kapasitas dan prosuksi dan jasa. Masalah pangan kelola betul, itu sih garis besarnya,” ucapnya.