Indonesia Siap Hadapi Sidang WTO untuk Tolak Sanksi Dagang AS

15 Agustus 2018 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Duta Besar LBPP, Hasan Kleib (kiri) menyerahkan credentials (Surat-surat Kepercayaan) kepada Direktur Jenderal Kantor PBB di Jenewa Michael Møller, Jenewa, Rabu (26/4). (Foto: Dok. Kemenlu)
zoom-in-whitePerbesar
Duta Besar LBPP, Hasan Kleib (kiri) menyerahkan credentials (Surat-surat Kepercayaan) kepada Direktur Jenderal Kantor PBB di Jenewa Michael Møller, Jenewa, Rabu (26/4). (Foto: Dok. Kemenlu)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia akan meminta Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) untuk menolak permintaan otorisasi dari Amerika Serikat (AS), yang berniat menjatuhkan sanksi dagang terhadap Indonesia senilai 350 juta dolar AS. Sebelumnya, AS berniat memberikan sanksi dagang tersebut, setelah gugatannya bersama Selandia Baru terhadap Indonesia, dimenangkan WTO.
ADVERTISEMENT
Duta Besar LBPP selaku Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa, Hasan Kleib, mengatakan Indonesia akan menegaskan dan menjelaskan kembali revisi beberapa aturan importasi hortikultura dan produk ternak, dalam perundingan panel Badan Penyelesaian Sengketa (BPS) WTO. Perundingan panel antara Indonesia dan Amerika Serikat itu akan berlangsung di markas WTO di Jenewa, Swiss.
"Kami juga tentu akan menyampaikan keberatan atas permintaan otorisasi AS di BPS WTO. Revisi yang akan kami paparkan termasuk revisi sejumlah peraturan menteri," kata Hasan Kleib di Jakarta, Rabu (15/8).
Ia menuturkan, AS dan Selandia Baru menggugat Indonesia ke WTO, ketika sejumlah peraturan di tingkat menteri yang dimaksudkan untuk melindungi produsen dalam negeri, dinilai menghambat atau menutup impor produk dari kedua negara tersebut.
Petani memanen jagung (Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
zoom-in-whitePerbesar
Petani memanen jagung (Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Dalam sengketa dagang yang akhirnya dimenangkan AS dan Selandia Baru itu, penggugat Indonesia belum sepenuhnya mematuhi putusan PPS pada 22 November 2017, yang meminta Indonesia mengubah sejumlah kebijakan di bidang importasi hortikultura, hewan, dan produk hewan.
ADVERTISEMENT
"Padahal Indonesia sudah melakukan berbagai revisi peraturan terkait kebijakan impor," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Hasan mengatakan permintaan otorisasi AS untuk menjatuhkan sanksi dagang bagi Indonesia, tentunya harus disetujui terlebih dulu oleh Sidang BPS. Dalam kesempatan sidang panel itu, Indonesia juga bisa menjelaskan kembali berbagai perubahan atau revisi peraturan terkait, yang telah dilaksanakan sesuai keputusan BPS.
Sebelumnya pada 2 Agustus 2018, AS melayangkan surat kepada WTO agar diadakan pertemuan BPS untuk membahas permintaan AS untuk dapat menangguhkan pemberian konsesi tarif dan kewajiban lainnya kepada Indonesia dengan hitungan per tahun menyesuaikan dengan jumlah kerugian yang dialami oleh dunia usaha AS.
Kantor Sekretariat Jenderal World Trade Organization (WTO) di Geneva, Swiss
 (Foto: wto.org)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Sekretariat Jenderal World Trade Organization (WTO) di Geneva, Swiss (Foto: wto.org)
AS sebelumnya mengklaim akibat larangan impor Indonesia, sektor bisnis Negara Paman Sam itu telah merugikan hingga 350 juta dolar AS atau setara Rp 5 triliun.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya, Indonesia telah melakukan revisi-revisi berbagai kebijakan importasi terkait sesuai yang disengketakan dan sejalan dengan ketentuan WTO. Namun pihak Amerika Serikat masih melihat ada beberapa yang belum sesuai," kata Hasan.
Atas tuduhan AS itu, Indonesia bisa menjelaskan berbagai perubahan peraturan importasi sejak terbitnya putusan akhir panel dan Appellate Body di WTO.