Indonesia Terancam Dibanjiri Produk Baja Impor

4 Maret 2018 17:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Industri Baja (Foto: Reuters/Fabian Bimmer)
zoom-in-whitePerbesar
Industri Baja (Foto: Reuters/Fabian Bimmer)
ADVERTISEMENT
Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan menaikkan tarif impor baja hingga 25% dinilai akan berdampak pada negara-negara lain, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia atau The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Hidayat Triseputro, menilai kebijakan Amerika Serikat menaikkan tarif impor baja sebenarnya wajar. Sebab harga baja terutama dari China sangat murah.
"Tidak hanya Amerika Serikat, seluruh dunia mengalami masalah yang sama, termasuk Indonesia," kata Hidayat kepada kumparan (kumparan.com), Minggu (4/3).
Namun yang jadi persoalan, saat Amerika menaikkan tarif impor, pemerintah Indonesia malah memperlonggar kebijakam impor baja melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 tentang ketentuan impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya.
Pipa baja Krakatau Steel (Foto: Siti Maghfirah/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pipa baja Krakatau Steel (Foto: Siti Maghfirah/ kumparan)
Menurut dia, setelah pasar China ke Amerika Serikat dihambat dengan adanya kenaikan tarif impor, maka produk baja dari Negeri Tirai Bambu tersebut berpotensi akan dialihkan ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Potensi banjir impor akan terjadi jika regulasi pengamanan industri baja nasional tidak segera direview dan diperbaiki," katanya.
Kebijakan Presiden Donald Trump tersebut memang akan berpengaruh bagi produsen utama baja di dunia. Adapun eksportir terbesar ke AS selama ini adalah Kanada, (16,7%), Brasil (13,2%), Korea Selatan (9,7%), Meksiko (9,4%), dan Rusia (8,1%). Sementara China berada di posisi 9 dengan porsi 2,9%.
Namun, China tetaplah menjadi produsen baja terbesar. Data World Steel Association pada 2017 mencatat produksi baja China mencapai 831,7 juta metrik ton. Sebagian besarnya digunakan di dalam negeri, sementara porsi yang diekspor juga masih terbesar di dunia yakni 95 juta ton.