Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jakarta Utara, Lumbung Padi yang Tersisa di Ibu Kota
19 Juli 2018 14:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Tanaman padi menghampar luas di lahan persawahan yang memancarkan warna hijau segar, tertanam di tanah becek kecoklatan. Capung dan belalang bermanuver dalam ayunan angin, yang membuat pucuk-pucuk padi muda itu bergoyang lembut.
ADVERTISEMENT
Jangan bayangkan itu adalah pemandangan di perkampungan daerah-daerah yang menjadi lumbung beras nasional seperti Karawang atau Indramayu. Pemandangan itu masih bisa didapati di Ibu Kota Jakarta yang lebih dikenal sebagai belantara beton.
Mengutip data Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta, di Ibu Kota ternyata masih terdapat sawah dengan luas 571,17 hektare.
Adapun sawah yang tersisa di Provinsi DKI Jakarta itu, lokasinya tersebar di Jakarta Utara dengan luas 408 hektare (71,4 persen), Jakarta Barat dengan luas 90,56 hektare (15,9 persen), dan terakhir Jakarta Timur dengan luas 72,61 hektare (12,7 persen).
Luas Sawah di Jakarta
Koordinator Penyuluh Pertanian Wilayah Jakarta Utara DKPKP DKI Jakarta, Johanes menyampaikan, lahan pertanian di Jakarta Utara hanya terpusat di Kecamatan Cilincing, di mana terbagi di Kelurahan Rorotan dan Marunda.
ADVERTISEMENT
“Iya, luas lahan kami (Jakarta Utara) itu 408 hektare. Sawah yang ada di Jakarta Utara itu hanya di Kecamatan Cilincing, di Kelurahan Rorotan dan Marunda,” katanya kepada kumparan, Selasa (17/7).
Dia pun menjelaskan, sawah di wilayahnya rata-rata menghasilkan 6,5 ton gabah dalam setiap kali panen. Sementara dalam setahun, petani dapat melakukan panen sebanyak maksimal dua kali.
“Tinggal dikalikan saja. Produksi per hektarenya itu 6,5 ton rata-rata. Setahun dua kali panen. Kalau misal kita mencari produksi per tahunnya kan 6,5 ton x 408 hektare x 2 kali tanam, sekitar 5.300 ton,” papar Johanes.
Menurutnya dalam hal pengairan, petani penggarap 408 hektare sawah di Jakarta Utara mengandalkan irigasi dari Banjir Kanal Timur (BKT) dan Sungai Tambun Rengas. Sejauh ini, tidak ada masalah dalam hal pengairan ke sawah.
ADVERTISEMENT
“Air cukup, irigasi enggak ada masalah. Ada juga lahan pertanian yang posisinya di lahan yang tinggi, mau nanam 2 kali enggak masalah,” ucap Johanes.
Sementara itu, Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Cilincing KPKP Jakarta Utara, Sutrisno menambahkan, lahan pertanian seluas 408 hektare di Jakarta tersebut dikelola oleh 8 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
“Dari 408 hektare itu, ada 8 Gapoktan. Jumlah petani penggarapnya saya tidak paham, tapi 8 Gapoktan itu yang ada,” katanya.
Dia pun membeberkan, peran pemerintah dalam melestarikan sawah yang digarap petani Jakarta Utara itu, yakni dengan menyalurkan pupuk bersubsidi, hingga memberikan penyuluhan mengenai cara bertani yang efektif dan efisien.
“Untuk penyuluhan kita beri demonstrasi sistem tandur (bertanam), kita bikin contoh. Setelah dipanen, kita kasih tahu perbedaannya. Jadi petani melihat secara nyata, ini untuk peningkatan produksi,” ujar Sutrisno.
ADVERTISEMENT
Merujuk data Pasar Beras Induk Cipinang, Tanjung Priok masuk sebagai salah satu pemasok beras untuk DKI Jakarta. Dari rata-rata beras yang masuk ke PIBC sebesar 3.000-3.500 ton, Tanjung Priok menyuplai 1,30%. Angka tersebut lebih besar dari Cianjur (0,43%), dan Banten (0,30%). Daerah penyuplai beras terbesar ke Jakarta masih disumbang Karawang, Jawa Barat.