Jika Pertalite dan Pertamax Disubsidi, Bisakah Tepat Sasaran?

11 Juni 2018 8:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uji kendaraan motoris BBM di rest area tol Cipali (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Uji kendaraan motoris BBM di rest area tol Cipali (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM tengah mengkaji usulan Komisi VII yang menyebutkan agar Pertalite dan Pertamax disubsidi. Saat ini, kedua bensin itu masuk dalam Jenis BBM Umum (JBU) yang harganya diatur PT Pertamina (Persero) dan tidak disubsidi negara.
ADVERTISEMENT
Selama ini, BBM yang disubsidi hanya jenis Solar dan BBM yang diatur harganya oleh pemerintah agar murah adalah jenis Premium. Keduanya diperuntukkan bagi angkutan umum dan masyarakat kelas bawah agar terjangkau dan daya beli bisa terjaga. Lalu, jika Pertalite dan Pertamax jadi disubsidi, apakah tepat sasaran?
Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, jika kedua JBU ini benar-benar disubsidi, tetap harus disediakan juga BBM jenis yang sama yang tidak disubsidi. Pasalnya, konsumen JBU terutama Pertamax banyak berasal dari kalangan menengah ke atas, apalagi bagi yang memiliki mobil pribadi.
Jadi, pembatasan bagi si penerima JBU subsidi dibedakan dari jenis kendaraanya, motor atau mobil pribadi. Itu pun, kata Komaidi, bisa muncul perdebatan lagi jika motor yang digunakan atau dimiliki di atas 600 cc yang harganya lebih mahal. 
ADVERTISEMENT
Pemerintah targetkan BBM satu harga (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemerintah targetkan BBM satu harga (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
“Yang menjadi problem, teknis pengaturannya. Apakah kemudian nanti tetap pakai mekanisme pembatasan atau pengklusteran, ada Pertamax subsidi dan nonsubsidi. Bisa dibedakan seperti itu. Nozzlenya bisa dibedakan, misalnya motor dapat Pertamax subsidi kalau mobil daya belinya tinggi. Meskipun nanti ada debat lagi, kalau motor di atas 600 cc bagaimana? Tapi saya kira, untuk penyerdeharnaan bisa dibedakan motor dan mobil. Jumlah motor kan sekarang bertambah banyak,” kata dia kepada kumparan, Senin (11/6).
Lebih lanjut, Komaidi menuturkan, dua masalah pemberian subsidi, apapun barangnya, yaitu tepat sasaran atau tidak dan kapasitas fiskal mencukupi atau tidak. Ini terjadi lantaran selama ini yang disubsidi pemerintah adalah produknya berupa barang. 
Idelanya, menurut Komaidi, yang disubsidi adalah orangnya. Jadi harga barangnya sama sesuai harga ekonomi tapi yang penerimanya diberikan subsidi langsung dengan menggunakan kartu seperti saat membeli barang di swalayan atau supermarket. 
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kata dia, selama ini Indonesia masih belum memiliki data yang benar-benar akurat terkait siapa warga miskin berhak mendapatkan subsidi. Kriteria atau acuan kemiskinan seseorang yang berhak terima subsidi, tidak hanya BBM, tapi produk lain, juga masih belum jelas.
“Saat beli pakai kartu di sana kan dapat potongan harga. Itu kan sebenarnya kita disubsidi. Pemilik member ini adalah penerima tepat sasaran. Yang jadi problem lain adalah data kemiskinan sendiri antara lembaga satu dengan yang lain enggak sama dan standar kemiskinan yang berhak terima BBM juga masih belum jelas,” ucapnya.