Kinerja Industri Manufaktur RI Terus Merosot, Ada yang Salah?

11 Januari 2018 12:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh bekerja di Industri Garment (Foto: ANTARA/Saptono)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh bekerja di Industri Garment (Foto: ANTARA/Saptono)
ADVERTISEMENT
Kinerja industri manufaktur Indonesia terus merosot dari tahun ke tahun. Padahal sektor ini memberikan kontribusi yang cukup besar bagi negara.
ADVERTISEMENT
Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri mengatakan, industri manufaktur di Indonesia tengah mengalami masa lesu. Padahal industri ini dinilai mempunyai andil besar terhadap pendapatan pajak negara. Ada yang salah?
"Saya paham kenapa pajak tidak mencapai target karena sumbangan industri manufaktur ke pajak itu 30,7%. Tapi industri manufaktur share-nya turun terus. Ya akibatnya apa? Basis pajaknya makin lemah," ungkap Faisal saat ditemui di Hotel Santika Premiere, Jakarta, Kamis (11/1).
Tren penurunan ini menurut Faisal telah terjadi dari tahun 2011. Saat itu Indonesia masih menduduki peringkat ke-21 di dunia sebagai negara dengan industri manufaktur terbesar. Kemudian peringkat Indonesia naik turun, misalnya mampu menduduki peringkat ke-17 di tahun 2012, turun lagi ke peringkat 19 di tahun 2013, dan kembali naik ke peringkat 14 di tahun 2014.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2015 turun lagi ke-21, setelah itu 2016 saya enggak tahu sudah di peringkat mana karena sudah jauh ke bawah," jelas Faisal.
Buruh bekerja di Industri Garment (Foto: ANTARA/Saptono)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh bekerja di Industri Garment (Foto: ANTARA/Saptono)
Turunnya kinerja industri manufaktur disebut Faisal terjadi karena sejumlah alasan. Kendala tersebut biasanya dihadapi oleh sektor industri kecil dan mikro (IKM) mulai dari sisi pemasaran hasil produksinya yang masih terbatas. Pemerintah juga diharapkan harus membantu permodalan IKM dalam mengembangkan usahanya ke depan. Tidak hanya itu, para pekerja juga diberikan akses keterampilan agar dapat berinovasi dalam menciptakan suatu produk.
"Jadi Menteri Keuangan harusnya memberikan anggaran yang lebih besar kepada perusahaan industri manufaktur termasuk IKM-nya," ujar Faisal.
Faisal juga sempat menyinggung bahwa sulit berkembangnya industri manufaktur di Indonesia karena adanya fenomena baru. "Kita makin susah sekarang untuk berindustri kembali karena ada fenomena Amerika adalah surga bagi industri manufaktur. Amerika adalah penyerap FDI terbesar di dunia. Nilainya USD 391 miliar," ungkap Faisal.
ADVERTISEMENT
Meski kinerjanya jeblok, hingga sekarang sumbangan industri manufaktur terhadap penerimaan pajak negara dinilai masih cukup tinggi. Ia juga menyebutkan bahwa industri ini juga memiliki andil terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Jadi jangan sembarangan. Sharenya terhadap industri PDB juga paling tinggi 21%. Saya bikin istilah baru yang mungkin tidak terlalu tepat yaitu tax coefisien per sektor. Kalau dilihat industri manufaktur, jika pemerintah berhasil meningkatkan 1% share manufaktur dalam PDB, maka share manufaktur dalam pajak meningkat 1,5%, jadi elastis dia," tuturnya.