Klaim Istana: Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi Lebih Baik dari Orde Baru

16 Januari 2019 10:27 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Erani Yustika (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Erani Yustika (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diklaim lebih berkualitas ketimbang era Orde Baru. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi pada era Orde Baru memang sangat tinggi hingga kisaran 7 persen. Tapi pertumbuhan tersebut tidak merata, hanya dinikmati masyarakat menengah atas sehingga kemiskinan tetap tinggi dan kesenjangan terus melebar.
ADVERTISEMENT
"Indonesia dikenal sebagai negara yang terampil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, apalagi pada masa Orde Baru. Indonesia juga pernah dikenang sebagai Macan Asia karena mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi bersama China, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan lain-lain. Namun, sejarah juga mencatat Republik ini bukanlah negara yang terampil membagi kue ekonomi. Pertumbuhan ekonomi cuma singgah pada lapis golongan atas masyarakat. Sejak awal 2015 pemerintah berjuang agar model pembangunan semacam itu diakhiri," kata Erani dalam keterangan yang diterima kumparan, Rabu (16/1).
Ia mengklaim, pertumbuhan ekonomi pada era Jokowi walaupun hanya di kisaran 5 persen tapi merata. Buktinya, kata Erani, kemiskinan dan ketimpangan menurun. Indikatornya adalah data angka kemiskinan dan rasio gini yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
ADVERTISEMENT
Gedung perkantoran di Jakarta. (Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung perkantoran di Jakarta. (Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)
Menurutnya, pemerintahan Jokowi juga berhasil menjaga daya beli masyarakat karena angka inflasi selalu rendah, di bawah 3,6 persen dalam 4 tahun terakhir.
"Pertumbuhan ekonomi layak diikhtiarkan, tapi di atas segalanya mutu atas pertumbuhan ekonomi mesti diperjuangkan. Hasilnya, sejak 2015-2018 kita menjumpai era baru standar pembangunan ekonomi di Indonesia, karena pertumbuhan ekonomi diikuti dengan penurunan tiga penyakit ekonomi yang paling mematikan, yakni kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Di luar itu, masih ditambah inflasi yang selalu bisa ditekan di bawah 3,6 persen selama 4 tahun berturut-turut," paparnya.
Berdasarkan data BPS, kemiskinan sejak Maret 2018 telah turun menjadi 9,82 persen. "Ini pertama kalinya angka kemiskinan bisa ditekan di bawah 10 persen; dan kemiskinan September 2018 (yang baru diumumkan kemarin oleh BPS) menurun lagi menjadi 9,66 persen. Penurunan ketimpangan tidak kalah dramatik. Pada September 2014 ketimpangan (melalui alat ukur rasio gini) mencapai puncaknya di atas 0,4 (tepatnya 0,414), sekarang secara konsisten turun menjadi 0,384 (September 2018). Hal yang sama terjadi pula pada indikator pengangguran yang terus menurun (sekarang 5,3 persen)," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Pencapaian ini hanya mungkin diperoleh lewat kombinasi kerja ideologis dan teknokratis. Secara ideologis pemerintah menjalankan penuh mandat konstitusi agar hajat publik dimuliakan. Menumbuhkan ekonomi adalah perkara penting, namun membagi kesejahteraan juga mandat genting. Secara teknokratis, rangkaian kebijakan dan program disusun secara sistematis dan dikawal dengan sigap. Tentu saja hasil ini belum sempurna, oleh karenanya ini adalah masa di mana kerja mesti diteruskan dan diperjuangkan," tutupnya.