Lawan Mafia Pangan, Mentan Ingin Petani Untung dan Konsumen Tersenyum

25 Januari 2019 10:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. (Foto:  Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tugas utama Menteri Pertanian adalah memastikan bahwa produksi pangan dapat mencukupi kebutuhan rakyat. Ketersediaan pangan sangat penting untuk menjaga kestabilan negara. Dengan produksi yang melimpah, harga pangan diharapkan dapat terjangkau oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Itu lah fokus utama Amran Sulaiman sejak dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Menteri Pertanian pada 27 Oktober 2014 lalu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kenaikan harga pangan dapat ditekan dalam 4 tahun terakhir. Inflasi bahan makanan/pangan yang pada 2014 mencapai 10,57 persen dapat ditekan menjadi 4,93 persen pada 2015, 5,69 persen pada 2016, dan hanya 1,26 persen pada 2017.
Inflasi yang semakin menurun itu diikuti oleh peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian. Berdasarkan data BPS, PDB pertanian naik dari Rp 1.089 triliun pada 2014 menjadi Rp 1.184 triliun di 2015, Rp 1.267 triliun pada 2016, kemudian Rp 1.344 triliun di 2017, dan pada 2018 mencapai Rp 1.463 triliun.
ADVERTISEMENT
"Ini dari BPS dan ditandatangani (oleh BPS), mengatakan bahwa tingkat inflasi 3,6 persen, terendah dalam sejarah. Ternyata kalau kita bedah, inflasi bahan makanan turun dari 10,23 persen jadi 1,26 persen di 2017. Ini sejarah. Dulu saya serah terima jabatan, inflasi bahan pangan Indonesia sampai 10 persen. Menurunkan 0,1 persen saja susahnya bukan main, ini turun 88 persen selama saya menjabat. Ini capaian yang sangat sulit untuk dicapai lagi," kata Amran dalam wawancara khusus dengan kumparan, Rabu (19/12).
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman (tengah) bersama Direktur Utama Bulog, Budi Waseso (kanan) melakukan sidak ke Pasar Beras Induk Cipinang. (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman (tengah) bersama Direktur Utama Bulog, Budi Waseso (kanan) melakukan sidak ke Pasar Beras Induk Cipinang. (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Data BPS juga menunjukkan bahwa kesejahteraan petani meningkat meski kenaikan harga pangan ditekan. Indikatornya adalah Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam 5 tahun terakhir.
NTP sebesar 102,03 persen pada 2014 menjadi 101,59 persen pada 2015, 101,65 persen di 2016, 101,28 persen pada 2017, dan 102,25 persen pada 2018. Sedangkan NTUP meningkat dari 106,05 persen pada 2014, 107,45 pada 2015, 109,3 persen di 2016, 110,24 persen di 2017, dan pada 2018 mencapai 111,77 persen.
ADVERTISEMENT
"Produksi pangan harus naik. Sudah 3 tahun berturut-turut harga pangan stabil kan? Harus diakui itu. Ada pengamat yang bilang ini tidak bagus karena berarti kesejahteraan petani tidak naik. Tapi ternyata kesejahteraan petani naik. NTUP naik, ini naik 5 persen (2018 dibanding 2014). Jadi ini uniknya. Inflasi turun dahsyat, tapi kesejahteraan petani meningkat, kemiskinan turun," ucapnya.
Capaian ini, kata Amran, tidak semata-mata karena produksi digenjot. Tapi ada hal lain yang lebih berat dan krusial, yakni melawan mafia pangan yang membuat harga jadi mahal.
"Ada disparitas harga 100-300 persen karena permainan mafia. Harga cabai di petani Rp 10 ribu per kg, di pasar jadi Rp 30 ribu padahal cuma beda 5-10 km. Kemudian kita impor bawang putih harganya cuma Rp 5.600 per kg, tiba di Indonesia jadi Rp 50.000 per kg atau naik 1.000 persen. Ini yang kami tekan keuntungannya, middleman kita tekan. Yang penting petani untung konsumen tersenyum. Rantai distribusi, inilah yang tidak diketahui oleh pengamat. Justru harga di petani kita angkat. Kita amankan petaninya, yang main di tengah kita tekan," tutupnya.
ADVERTISEMENT