Luhut: Saya Dibilang Mesra dengan China, Enggak Benar

30 November 2018 12:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Coffee Morning bersama Luhut Binsar Panjaitan (kiri). (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Coffee Morning bersama Luhut Binsar Panjaitan (kiri). (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membantah pemerintah tengah bermesra-mesraan dengan China. Dia menyebut, Indonesia merupakan negara besar yang tidak bergantung pada satu negara.
ADVERTISEMENT
"Mengenai China. Saya ingin garis bawahi ya, Luhut dibilang lagi mesra sama China. Enggak ada (benar). Indonesia itu terlalu besar untuk berpihak pada satu negara. Kita berpihak pada kepentingan masing-masing," kata Luhut dalam acara Coffee Morning di kantornya, Jakarta, Jumat (30/11).
Banyaknya kerja sama yang dilakukan Indonesia dengan Negeri Tirai Bambu itu, kata dia lebih kepada urusan bisnis. Itu pun hubungan yang terjadi antar perusahaan yang terlibat pada kedua negara alias business to business (B to B)
Beberapa kerja sama baru dengan China memang ada di Indonesia seperti pembangunan pabrik baterai lithium di Morowali. Proyek baterai untuk kendaraan berlistrik ini digarap bersama Jepang dan Korea Selatan. Tapi, Indonesia juga ikut di dalamnya. Proyeknya baterai lithium senilai USD 4,3 miliar yang bakal dibangun pada 11 Januari 2019.
ADVERTISEMENT
Selain kerja sama di Morowali, ada juga kerja sama lain kata Luhut seperti pembangunan petrokimia yang merupakan relokasi dari Taiwan di Gresik, Jawa Timur. Nilai investasi di sana sekitar USD 6,49 miliar dan akan groundbreaking secepatnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
"Kemudian (ada juga kerja sama) Prancis-Tiongkok di Halmahera Utara itu USD 10 miliar. Sudah groundbreaking. Jadi jangan bilang orang kita dikontrol oleh orang asing," ucapnya.
Kerja sama China dengan Indonesia memang sangat dimungkinkan. Apalagi China tengah menghadapi tekanan berupa perang dagang dengan Amerika Serikat. Luhut menilai perang dagang antara kedua negara tersebut justru menguntung Indonesia.
Namun Luhut menekankan, ada 4 syarat jika asing mau berinvestasi di Indonesia. Pertama, teknologi yang digunakan harus ramah lingkungan. Luhut mau teknologi yang dipakai dalam proyek bersama asing harus yang memenuhi standar.
ADVERTISEMENT
Kedua, proyeknya harus memberikan nilai tambah bagi Indonesia. Dia tidak ingin kerja sama dengan asing nantinya akan seperti eksplorasi yang dilakukan Freeport Indonesia yang hanya menjual materialnya, tapi tidak ada nilai tambah bagi pemerintah.
Ketiga, pemerintah akan membolehkan mereka 4 tahun pertama gunakan banyak tenaga asing tetapi dalam waktu bersamaan harus dirikan vocational training bersama pemerintah untuk melatih rakyat setempat untuk ganti tenaga asing.
"Enggak pernah ada kan vocational berkualitas di luar Jawa karena kita enggak pernah (buat). Sekarang ada di Morowali, profesornya dari IPB, kemudian praktiknya di pabrik sendiri sehingga berkualitas," ucapnya.
Keempat, lanjuut Luhut, harus ada teknologi transfer. Dia tidak mau Indonesia hanya dijadikann pasar saja, tapi jadi pemain utama di dalamnya.
ADVERTISEMENT
"Karenanya lithium baterai itu kita ikutkan scientistnya. Kita paksa kau mau investasi tapi harus ikut ini itu, bukan mau diatur tapi kita permudah izinnya. Jadi kalau orang bilang kita diatur aseng-asing segala macam, kita yang atur diri kita, saya ulang kita yang atur diri kita di rumah kita sendiri," jelasnya.