Membedah Aturan Impor Garam Industri yang Mencabut Kewenangan Susi

19 Maret 2018 16:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi garam. (Foto: Antara/Aji Styawan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi garam. (Foto: Antara/Aji Styawan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Joko Widodo disebut sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018. PP ini mengatur tata cara pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri.
ADVERTISEMENT
Dari salinan PP Nomor 9 Tahun 2018 yang didapat kumparan (kumparan.com), Senin (19/3), tidak ada lagi kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan menangani impor produk perikanan dan pergaraman untuk industri bahan baku dan bahan penolong industri. Dalam Pasal 3 Bab II Nomor 2, kewenangan penuh pemberian rekomendasi impor garam dan ikan guna kepentingan bahan baku dan bahan penolong industri diserahkan kepada Menteri Perindustrian.
Sementara itu, mengenai jenis, volume dan waktu pemasukan adalah sesuai dengan rapat koordinasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi perekonomian. Untuk impor, standar mutu komoditas pergaraman adalah memiliki kandungan natrium klorida 97% atau lebih tetapi kurang dari 100% dihitung dari basis kering.
Ilustrasi garam. (Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi garam. (Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah)
Setelah itu, sesuai dengan Pasal 6 Bab II, persetujuan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman untuk bahan baku dan bahan penolong industri sesuai rekomendasi Menteri Perindustrian akan diterbitkan oleh Menteri Perdagangan. Sedangkan izin impor garam sebagai bahan baku dan bahan penolong Industri yang telah diterbitkan pada tahun 2018 oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan berdasarkan jumlah yang telah ditetapkan sebesar 2.370.054,45 ton dapat dilaksanakan dan dinyatakan berlaku mengikat.
ADVERTISEMENT
Sementara itu semua peraturan perundang-undangan mengenai pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman yang telah ada, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Hanya saja peraturan perundang-undangan yang telah ada harus disesuaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin menilai, penerbitan rekomendasi seharusnya tetap di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini, menurutnya, sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
“Dengan terbitnya PP (Nomor 9 Tahun 2018) itu, kami lihat ada kepentingan di sini, sampai pemerintah menabrak undang-undangnya. Undang-undangnya ‘kan masih berlaku,” kata Jakfar kepada kumparan (kumparan.com), Senin (19/3).
ADVERTISEMENT
Kritik yang sama dilayangkan Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri. Dia menilai, tak terpenuhinya kebutuhan garam industri aneka pangan, akibat munculnya perusahaan-perusahaan baru yang tiba-tiba dapat jatah impor garam.
Melalui akun twitter pribadinya @FaisalBasri, dia menyatakan, “Main tabrak. Keluarkan PP yg bertentangan dengan UU. Contoh terkini: PP No.9/2018. Impor garam dan ikan tak perlu rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk kepentingan siapa?”