Menangkal Kampanye Negatif Sawit dengan Hasil Riset

16 April 2018 10:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Executive Oil Palm Program (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Executive Oil Palm Program (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan industri sawit Indonesia mengundang perwakilan 9 negara Uni Eropa untuk lebih mengenal pengembangan komoditas ekspor unggulan nasional itu. Langkah ini dilakukan, sebagai salah satu cara untuk mengatasi kampanye negatif terhadap kelapa sawit serta beragam produk turunannya.
ADVERTISEMENT
Salah satu kegiatan yang dilakukan para duta besar serta perwakilan dari 9 negara Uni Eropa itu, adalah mengunjungi perkebunan dan industri sawit milik Asian Agri di Tungkal Ulu, Jambi. Kegiatan yang dikemas dalam 'Executive Oil Palm Program’ ini, berlangsung selama 3 hari sejak Minggu (15/4) hingga Selasa (17/4).
Para peserta 'Executive Oil Palm Program’ ini, juga mendapat paparan hasil riset dan penelitian terbaru soal kelapa sawit, yang disampaikan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Jambi, Bambang Irawan. Dalam acara itu, Bambang memaparkan berbagai kesalahpahaman yang telah menyebar soal kelapa sawit. Salah satunya soal informasi yang menyebut pohon kelapa sawit memicu kekeringan lahan.
"Kelapa sawit tidak mengeringkan tanah. Namun hanya menurunkan infiltrasi tanah, jadi tanah itu (menjadi) lebih padat. Jadi ketika ujan, air tidak meresap ke tanah, namun mengalir," ujarnya.
Pekerja memuat kelapa sawit ke dalam truk (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memuat kelapa sawit ke dalam truk (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
Lebih lanjut, ketika air yang terus mengalir inilah kemudian ada sebagian daerah lahan perkebunan kelapa sawit yang menjadi kering. Namun menurutnya, kekeringan itu bukan karena kelapa sawit memakan banyak air.  Untuk mengatasi ini, menurutnya ada banyak cara, salah satunya membuat rorak.
ADVERTISEMENT
"(kekeringan) itu bisa dimodifikasi dengan cara sederhana, dengan menggunakan rorak (semacam parit). Jadi di area kelapa sawit itu dibuat parit, sehingga waktu hujan, air akan tertampung," ungkapnya.
Selain permasalahan air, Bambang juga menangkal isu kelapa sawit yang disinyalir sebagai penyebab pemanasan global.  Menurutnya, anggapan tersebut tak sepenuhnya benar. 
"Sawit muda memang melepaskan karbon lebih banyak, tetapi ketika memasuki usia produktif, sawit akan lebihi banyak menyerap karbon dari pada yang dilepaskan," tambahnya.
PLTBg Asian Agri. (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
PLTBg Asian Agri. (Foto: Jafrianto/kumparan)
Bambang juga menyayangkan soal kekhawatiran yang selama ini ada. Menurutnya, daripada mengkhawatirkan hal-hal yang sebenarnya tak ada, lebih baik fokus untuk meminimalkan dampak yang mungkin akan ditimbulkan.
"Tidak ada hal yang semuanya positif. Ada dampak (negatif), ada hal-hal lain yang positif yang bisa dikelola. Itu tugas kita sebagai anak bangsa," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Produk kelapa sawit Indonesia diserang oleh Uni Eropa. Salah satu kampanye yang dilakukan Benua Biru tersebut adalah dengan mengatakan kelapa sawit nasional tidak baik bagi kesehatan dan juga soal emisi yang dihasilkan. Alhasil, mereka akan menyetop penggunaan minyak kelapa sawit di daratan Eropa pada 2021 mendatang.Â