Mendag: Donald Trump Salah Paham Soal Defisit Perdagangan AS-Indonesia

6 Juli 2018 19:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendag Enggartiasto Lukita di Badung, Bali (Foto: Cisilia Agustina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mendag Enggartiasto Lukita di Badung, Bali (Foto: Cisilia Agustina/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat terancam tidak lagi harmonis setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan sinyal akan melakukan perang dagang.
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan ancaman perang dagang terhadap beberapa produk Indonesia tersebut disebabkan Amerika Serikat yang menilai defisit perdagangan dengan Indonesia cukup besar, mencapai USD 13 miliar. Padahal, kata Enggar, defisit dagang hitungan Indonesia sebesar USD 9 miliar.
“Ini ada salah paham. Bedanya besar sekali. Ada produk kita yang diekspor melalui Hong Kong atau Singapura, country of origin ditulis Indonesia. Padahal ekspor ke Singapura, repackaging lagi produk kita dan ekspor ke sana. Amerika lihat itu produk buatan mana,” kata Enggar di ICE BSD, Tangerang, Banten, Jumat (6/7).
Menurut Enggar, hal tersebut menjadi salah satu yang akan dibahas dalam upaya melobi Amerika Serikat. Namun, Enggar mengaku tak bisa berbuat banyak terkait perbedaan perhitungan defisit perdagangan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kami enggak bisa menghindar karena itu memang produk kita. Yah kita upayakan untuk lobi saja,” ujarnya.
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump memerintahkan Menteri Perdaganngan AS (United State Trade Representative) untuk mengkaji ulang neraca perdagangan terhadap sejumlah negara yang membuat negara itu defisit. Indonesia pun termasuk di dalamnya.
Selain Indonesia, AS juga diketahui mengalami defisit dari negara-negara sepeti Tiongkok, Malaysia, India, Perancis, dan masih banyak lagi. Defisit terbesar perdagangan AS adalah dengan China. Karenanya, Donald Trump menabuh genderang perang dagang dengan Cina melalui pengenaan tarif bea masuk yang tinggi.