Mentan Siap Evaluasi Aturan Baru Persusuan yang Diprotes Peternak

15 Agustus 2018 12:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peternakan sapi perah PT Greenfields (Foto: Dok.PT Greenfields Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Peternakan sapi perah PT Greenfields (Foto: Dok.PT Greenfields Indonesia)
ADVERTISEMENT
Kementerian Pertanian telah mengeluarkan aturan baru yaitu Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 yang mengatur tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. Aturan ini mengganti Permentan sebelumnya yaitu Nomor 26 Tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Berbeda dari aturan sebelumnya, kehadiran Permentan Nomor 30 Tahun 2018 yang diundangkan sejak 20 Juli 2018 lalu ini diprotes keras oleh para peternak sapi perah. Alasannya karena Permentan ini dianggap tidak mendukung kegiatan persusuan di dalam negeri. Peternak pun kecewa.
Dalam Permentan Nomor 30 Tahun 2018 terdapat enam pasal yang diubah dari aturan sebelumnya, yakni pasal 23, pasal 24, pasal 28, pasal 30, pasal 34, dan pasal 44.
Dalam pasal 23 Permentan No. 30 Tahun 2018 disebutkan, "Pelaku Usaha melakukan Kemitraan dengan Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi melalui pemanfaatan SSDN (susu segar dalam negeri) atau promosi secara saling menguntungkan". Padahal, sebelumnya pada pasal 23 Permentan 26 Tahun 2017 tercantum, "Pelaku Usaha wajib melakukan Kemitraan dengan Peternak, Gabungan Kelompok Peternak, dan/atau Koperasi melalui pemanfaatan SSDN atau promosi secara saling menguntungkan". Dari perbandingan kedua pasal tersebut, kata "wajib" dihapuskan di Permentan 30 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dalam pasal 24 ayat 1 Permentan 30 Tahun 2018, lagi-lagi kata wajib juga dihilangkan dari sebelumnya tercantum, "Kemitraan melalui pemanfaatan SSDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib dilakukan bagi Pelaku Usaha yang memproduksi susu olahan". Lalu untuk pasal 24 ayat 2, "Pelaku usaha diwajibkan melakukan produksi susu olahan di unit pengolahan susu milik sendiri atau bekerja sama dengan pelaku usaha yang telah memiliki unit pengolahan susu."
Susu kotak. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Susu kotak. (Foto: Thinkstock)
"Iya memang benar sudah berlaku. Saat ini, ada 118 perusahaan yang mengajukan proposal kemitraan dari sebelumnya hanya sekitar 24 perusahaan,” ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementan Fini Murfiani saat dihubungi kumparan, Rabu (15/8).
Pernyataan Fini langsung dimentahkan oleh peternak. Mereka takut dengan adanya aturan baru ini harga susu di peternak makin jatuh karena tidak ada kewajiban industri untuk menyerap susu segar dalam negeri (SSDN).
ADVERTISEMENT
"Salah satu yang diperoleh para peternak sapi perah dari kemitraan ini adalah kepastian soal harga jual kepada industri pengolah susu," ucap Ketua Asosiasi Peternakan Sapi Perah Indonesia Agus Warsito saat dihubungi terpisah.
Sebelum diberlakukannya Permentan Nomor 26 Tahun 2017, Agus mengatakan harga susu per liter berada di kisaran Rp 4.000. Di Jawa Tengah misalnya, harga susu per liter pada tahun 2014 sebesar Rp 3.650, tahun 2015 sebesar Rp 4.500, dan pada tahun 2016 sebesar Rp 4.750. Pada tahun 2017, harga susu mulai merangkak naik hingga lebih dari Rp 5.000 per liter walaupun biaya produksi masih tinggi yaitu Rp 6.500 per liter. Artinya aturan Kementan sebelumnya justru bikin harga susu dalam negeri kompetitif.
Produksi susu sapi perah menurun (Foto: Antara/Raisan Alfarisi)
zoom-in-whitePerbesar
Produksi susu sapi perah menurun (Foto: Antara/Raisan Alfarisi)
"Dengan berlakunya Permentan 30 tahun 2018 saya perkirakan harga mungkin bisa turun hingga 10 persen dalam kurun waktu empat bulan kalau pemerintah tidak ada segera memperbaiki Permentan ini," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini bisa memberikan efek domino bagi peternak. Rendahnya harga susu bisa saja membuat peternak beralih profesi mencari pekerjaan lain. Tentu saja efek domino ini sangat berbahaya karena Indonesia tak lagi bisa menggenjot produksi susu.
"Ternak sapi perah tidak akan menarik lagi di mata peternak karena mereka tidak diuntungkan," tuturnya.
Imbasnya, tentu saja impor susu ke Indonesia makin deras. Indonesia sampai saat ini memang belum mampu memenuhi permintaan susu dalam negeri yang jumlahnya mencapai 1 juta ton per tahun. Peternak lokal hanya mampu memproduksi sekitar 200 ribu ton susu. Sisanya 800 ribu ton mau tidak mau harus impor.
"Impor diketahui sebagian besar dalam bentuk susu bubuk dan evaporated milk," sebutnya.
Ilustrasi susu full cream (Foto: Dok. Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi susu full cream (Foto: Dok. Thinkstock)
Sementara itu, Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana meminta pemerintah segera merevisi aturan Permentan 30 Tahun 2018. Dia menilai aturan ini bisa menjepit nasib peternak sapi perah di Indonesia. Kemudian, dia pun meminta agar semua kementerian yang mengurusi persusuan nasional bersatu untuk membentuk aturan yang ujungnya adalah agar Indonesia bisa berswasembada susu.
ADVERTISEMENT
"Kementerian Perindustrian misalnya, mereka bisa mengatur IPS. Ini domainnya mereka, kalau Kementan saja yang buat aturan, susah untuk direalisasikan karena mereka domainnya itu peningkatan produksi. Masalah terkait IPS harus menyerap SSDN itu diatur Kemenperin sedangkan pembatasan impor susu oleh IPS kan diatur Kemendag. Jadi butuh semua K/L ini," tekannya.
Mendengar keberatan yang diajukan para peternak, Menteri Pertanian Amran Sulaiman pun bersuara. Dia mengungkapkan akan mengkaji ulang aturan ini. Dia pun setuju bahwa prioritas utama pemerintah adalah mendukung peternak dan menggejot produksi susu nasional.
"Kita akan panggil semua yang terkait, mulai dari Dirjennya. Jangan sampai peternak kita rugi. Kita harus melindungi peternak,” ujarnya.