Nelayan Mulai Sadar Dampak Buruk Penggunaan Cantrang

5 Januari 2018 7:17 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nelayan dengan alat tangkap ikan jenis cantrang. (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan dengan alat tangkap ikan jenis cantrang. (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
ADVERTISEMENT
Riset Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut penggunaan alat tangkap cantrang secara berkelanjutan bisa merusak lingkungan sekaligus ekosistem laut. Dampak buruk di masa depan adalah populasi ikan akan menghilang dan profesi nelayan lenyap.
ADVERTISEMENT
Hal ini diamini para nelayan. Koordinator Front Nelayan Bersatu (FNB), Bambang Wicaksana, menghimbau kepada seluruh nelayan untuk segera beralih ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan seperti gill net.
"Kalau memang pemerintah melarang kan berarti ada yang tidak baik dari cantrang, kenapa harus melawan," ungkap Bambang saat ditemui kumparan (kumparan.com) di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (4/1).
Bambang mengakui, cantrang merupakan alat tangkap yang cukup ekonomis dan dapat digunakan sepanjang tahun. Berbeda dengan alat tangkap lain yang harus menyesuaikan kondisi alam. Tapi masalahnya, cantrang sekarang sudah banyak yang dimodifikasi oleh para nelayan.
"Cantrang itu menyentuh dasar (laut), kemudian diseret-seret. Itu yang merusak," kata Bambang.
Selain itu, Bambang juga membeberkan bahwa selama ini nelayan yang bersikukuh menggunakan cantrang adalah nelayan dengan kepemilikan kapal di atas 30 Gross Tonage (GT). Padahal sesuai peraturan sebelumnya, cantrang hanya boleh digunakan untuk kapal ukuran di bawah 30 GT.
ADVERTISEMENT
"Alhasil mereka memalsukan dokumen. Di tulisnya di bawah 30 GT. Padahal kapal mereka bisa 40 bahkan 60 GT. Kan itu namanya korupsi," kata Bambang.
Hal senada juga disampaikan oleh Hadi Sutrisno. Ia merupakan nelayan yang dulunya menggunakan cantrang namun kini beralih ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan. Menurut dia, kunci untuk mau beralih adalah kemauan sendiri dari nelayan.
"Yang penting mau berubah dulu. Kalau sudah enggak ada kemauan itu sudah sulit. Mau sampai kapan bisnis dengan rasa enggak tenang. Itu kan dilarang," timpal Hadi.
Ia mengatakan proses peralihan itu memang tidak mudah. Namun demi perkembangan usaha yang lebih baik, ia memutuskan untuk berubah. "Enggak selesai kalau terus-terusan bahas cantrang," tutup Hadi.
ADVERTISEMENT