OJK Beberkan 3 Kunci Fintech P2P Agar Bisa Resmi Terdaftar

6 Maret 2019 14:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ada 99 financial technology (fintech) P2P yang telah terdaftar hingga 1 Februari 2019. Dibandingkan periode akhir 2018, ada 11 penyelenggara fintech yang baru terdaftar.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, mengatakan selain melengkapi persyaratan administratif, ada 3 kunci utama yang perlu diperhatikan fintech P2P agar bisa dipertimbangkan OJK untuk terdaftar secara resmi.
Hendrikus mengakui banyak aduan dari fintech P2P soal sulitnya mendaftar ke OJK. Menurut dia, sebenarnya ada beberapa syarat kunci agar fintech bisa terdaftar. Pertama, keandalan sarana prasarana teknologi menjadi hal mutlak yang harus ada.
"Kami harus benar-benar yakin kesiapan teknologi, karena kekuatan utama bukan bisnis model tapi teknologi dulu. Makanya kami memberikan perhatian serius terhadap platformnya, harus pula terdaftar di Kemenkominfo," katanya ketika di sela edukasi dan pelatihan konsumen fintech P2P di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu (6/3).
ADVERTISEMENT
Hendrikus menambahkan, fintech yang mumpuni dalam teknologi tak hanya akan memudahkan transaksi dengan konsumen, namun juga dalam jaminan perlindungan keamanan. OJK menilai perlindungan konsumen merupakan hal yang sangat penting.
"Bisa juga back up recovery," imbuh dia.
Artinya, fintech perlu memiliki teknologi yang bisa melakukan pemulihan terhadap berbagai potensi fraud saat transaksi.
Konferensi pers di seminar pembekalan Fintech di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (6/3). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Kedua, fintech juga harus memiliki Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik. Menurut Hendrikus, OJK mewajibkan serangkaian sistem prosedur operasi yang dikelaola harus baik.
"Bagaimana mereka mengelola kelembagaan, bisnis model, platform, pengaduan dan edukasi konsumen, dan bagaimana mengatasi adanya potensi pencucian uang dan terorisme misalnya," katanya.
Sementara syarat ketiga, Hendrikus mengatakan fintech P2P harus memiliki SDM yang handal dan karakternya. Hal ini penting sebab sering menjadi pangkal masalah berbagai penyelewengan fintech. Misalnya terkait etika melakukan penagihan.
ADVERTISEMENT
"Kami ingin teman-teman asosiasi membuat standar minimalnya, apa yang membedakan P2P dan di China misalnya, kami tak ingin mendengar cara di Indonesia sama dengan China. Karena Indonesia punya masalahnya sendiri, legal sistemnya sendiri," ujarnya.