Penerimaan Negara Bukan Pajak dari SDA Sudah Mencapai Rp 41,7 Triliun

21 November 2018 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas perusahaan penimbunan batu bara yang dilakukan secara terbuka di tepi Sungai Batanghari terlihat dari Muarojambi, Jambi. (Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas perusahaan penimbunan batu bara yang dilakukan secara terbuka di tepi Sungai Batanghari terlihat dari Muarojambi, Jambi. (Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)
ADVERTISEMENT
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam (SDA) mencatatkan kenaikan. Hingga 16 November 2018, PNBP dari SDA mencapai Rp 41,77 triliun atau 129 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 32,1 triliun.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengatakan PNBP tersebut terdiri dari royalti sebesar Rp 24,84 triliun, penjualan Rp 16,43 triliun, dan iuran tetap yang berhubungan dengan lahan Rp 490 miliar.
"Kalau PNBP minerba ini kan tergantung pasar, tidak bisa kami kontrol," kata Bambang dalam kegiatan sosialisasi UU PNBP di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/11).
Menurut dia, PNBP SDA memang kerap naik-turun sesuai dengan kondisi pasar. Pada tahun 2014, realisasi PNBP hanya Rp 35,4 triliun, turun lagi di tahun 2015 menjadi Rp 29,6 triliun, dan 2016 senilai Rp 27,2 triliun. Pada 2017 PNBP mulai meningkat menjadi Rp 40,6 triliun.
Selama ini, realisasi PNBP yang terbesar berasal dari sektor batu bara dengan kontribusi 70-80 persen dari realisasi PNBP SDA. Namun ke depan akan sangat memungkinkan sektor mineral bisa menyumbang PNBP terbesar.
ADVERTISEMENT
"Tapi ke depan saya rasa yang akan besar adalah mineral dengan adanya hilirisasi. Kami haruskan edit value ada di Indonesia. Dengan begitu, nanti tarif royalti mungkin tidak besar, tapi meningkat, itu akan meningkatkan penerimaan negara," tambahnya.
Kementerian Keuangan melakukan sosialisasi UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP kepada kementerian dan lembaga terkait. UU 9/2018 menggantikan UU 20/1997, dengan beberapa penyempurnaan pokok di antaranya pengelompokan objek pajak, pengaturan tarif, tata kelola, pengawasan, dan hak wajib bayar.
Dalam UU 9/2018 juga diatur tarif atas jenis PNBP Rp 0 atau nol persen dengan pertimbangan tertentu, antara lain penyelenggaraan kegiatan sosial, keagamaan, kenegaraan, dan penanggulangan bencana atau keadaan kahar. Pertimbangan juga diberikan bagi masyarakat tidak mampu, mahasiswa berprestasi, dan UMKM.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, objek PNBP dalam UU 9/2018 dibagi menjadi enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan Barang Milik Negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.