Pengamat: Ide Undang Maskapai Asing Harus Diwaspadai

12 Juni 2019 18:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sayap pesawat yang sedang mengudara Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sayap pesawat yang sedang mengudara Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini tengah menggodok kemungkinan mengundang maskapai asing untuk masuk dan berkompetisi di dalam negeri. Pasalnya, harga tiket pesawat yang terbentuk saat ini dituding merupakan hasil dari duopoli maskapai domestik.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Penerbangan Chappy Hakim mengungkapkan, pilihan tersebut perlu diwaspadai.
Menurut Chappy, adanya kemungkinan masuknya maskapai asing, justru menunjukkan ketidakmampuan Indonesia dalam mengelola sistem penerbangan sipil komersial.
“Kalau kita undang maskapai asing, itu simbolisasi bahwa kita enggak punya kemampuan mengelola. Sederhana aja. Kenapa undang maskapai asing kalau kita bisa?” ungkap Chappy di Wisma Intra Asia, Jakarta, Rabu (12/6).
Mengundang maskapai asing sama saja menciderai semangat nasionalisme yang ada. Sebab menurut Chappy, belakangan ini pemerintah justru tengah getol mengambil alih perusahaan asing agar kembali ke Indonesia. Misalnya proses divestasi Freeport. Adanya wacana mengundang maskapai asing, menurutnya, justru bertolak belakangan dengan langkah yang pernah diambil pemerintah.
Ilustrasi penerbangan di malam hari Foto: Pixabay
Chappy mengatakan, justru pilihan yang lebih bijak saat ini adalah mencari akar permasalahan yang ada. Harga tiket yang mahal saat ini menurutnya hanya sebuah puncak gunung es. Di bawahnya, justru terdapat lebih banyak masalah. Dengan mengundang maskapai asing, Chappy mengatakan, hal tersebut justru hanya menyebabkan masalah lain tanpa menyelesaikan akar masalahnya.
ADVERTISEMENT
Chappy menyarankan, untuk mengatasi polemik tiket pesawat mahal saat ini pemerintah harus melakukan perbaikan fundamental.
Pertama, Indonesia harus punya flag carrier yang kuat, untuk menghubungkan melayani rute domestik dan internasional.
Kedua, Indonesia juga harus punya maskapai penerbangan perintis yaitu untuk melayani daerah yang terisolasi.
Ketiga, Indonesia juga harus punya maskapai carter. Sebab seringkali investor membutuhkan pesawat carter.
Keempat, Indonesia juga harus punya maskapai dan terminal khusus kargo. Menurut Chappy, selama ini Indonesia masih belum mempunyai maskapai kargo.
Keempat hal tersebut menurutnya harus dimiliki oleh negara minimal di atas 50 persen. Baru setelah itu pemerintah bisa memberikan kesempatan bagi private sector untuk ikut menangani bersama.
“Kalau maskapai asing masuk, pasti dalam negeri collaps. Orang-orang mereka sangat profesional. Telaah dulu, apa yang sebenarnya terjadi,” tandasnya.
ADVERTISEMENT