Petani Tebu Sudah Peringatkan Jatah Impor Gula Rafinasi Terlalu Gemuk

31 Agustus 2018 11:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu, Kamis (30/8/18). (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu, Kamis (30/8/18). (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) beberapa kali mengajukan keberatan kepada Kementerian Perdagangan terkait dengan alokasi impor gula rafinasi. Menurut mereka, jatah impor yang diberikan terlalu besar.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, realisasi impor gula rafinasi di semester I 2018 sebesar 1,5 juta ton dari izin yang dikeluarkan sebesar 1,8 juta ton. Sedangkan total izin impor gula rafinasi tahun ini adalah sebesar 3,6 juta ton. Untuk semester ke II 2018, masih ada jatah sebesar 1,8 juta ton yang belum dieksekusi. Sementara itu, sisa jatah impor di semester I sebesar 300 ribu ton tidak diakumulasikan di semester II.
Sekjen APTRI M Nur Khabsin mengungkapkan salah satu bahaya besar pemberian jatah impor gula rafinasi yang terlalu banyak adalah rembesan ke pasar konsumen. Sesuai dengan fungsinya, gula rafinasi hanya diperuntukkan untuk kalangan industri bukan disalurkan ke konsumen langsung. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2019 pada pasal 9 ayat 2.
ADVERTISEMENT
"Makanya kami tolak karena banyak rembesan rafinasi ke pasar," kata Khabsin kepada kumparan, Jumat (31/8).
Penolakan APTRI terhadap pemberian jatah impor gula rafinasi yang terlalu besar bukan tanpa sebab. APTRI mencatat, stok gula kristal putih (GKP) saat ini sudah berlebih.
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Gula Rafinasi yang Disita Petani Tebu. (Foto: Dok. Istimewa)
Sisa stok GKP tahun lalu sebesar 1 juta ton. Sedangkan ada rembesan gula rafinasi pada tahun lalu sebanyak 800 ribu ton. Pada tahun ini realisasi impor GKP sebanyak 1,2 juta ton dan ada tambahan impor sebanyak 1,1 juta ton. Sedangkan angka produksi tahun 2018 sekitar 2,1 juta ton. Sehingga total gula GKP 6,2 juta ton.
"Sedangkan kebutuhan GKP tahun ini 2,7-2,8 juta ton, sehingga ada kelebihan gula 3,5 juta ton," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, jika gula rafinasi dijual di pasar konsumen maka otomatis akan bertarung dengan gula lokal. Di sini, gula lokal tidak mampu bersaing karena harga gula rafinasi lebih murah.
Dari temuan APTRI, harga gula rafinasi sebanyak 50 kilogram (kg) dalam sebuah karung seharga Rp 510.000 artinya harga per kg nya sebesar Rp 10.200. Jadi jauh lebih murah dibanding harga rata-rata GKP Jakarta sebesar Rp 12.860 per kg.
“Semuanya ini kan di Jawa merata, gula petani bisa enggak laku. Kami berharap Kepolisian segera mengusut pihak yang membocorkan gula rafinasi,” tegas Khabsin.
Hal berbeda dikatakan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan. Adanya rembesan gula rafinasi ke pasar konsumen dikatakan Oke tidak bisa sepenuhnya dikaitkan dengan banyaknya jatah impor gula rafinasi yang diberikan izinnya oleh Kemendag. Sebab, izin impor yang diberikan, lanjut Oke, didasarkan atas kebutuhan gula industri yang diusulkan sendiri oleh para pelaku industri melalui rekomendasi Kementerian Perindustrian.
ADVERTISEMENT
“Belum tentu karena impor. Kami beri izin impor kan karena kebutuhan gula industri, yang didasarkan atas usulan industri. Untuk memenuhi kebutuhannya. Makanya kami perlu cek kebenaran usulannya itu. Apakah benar mereka butuh segini atau tidak,” tutup Oke.