Prabowo Sedih Lulusan SMA-Sarjana Ngojek, Bagaimana Data Pengangguran?

22 November 2018 15:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prabowo menjadi pembicara dalam Indonesia Ekonomi Forum. (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo menjadi pembicara dalam Indonesia Ekonomi Forum. (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Calon Presiden (Capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto mengaku sedih dengan beredarnya meme yang menggambarkan masa depan anak bangsa yang hanya menjadi tukang ojek setelah lulus sekolah. Menurut dia, gambaran itu adalah realitas yang terjadi saat ini.
ADVERTISEMENT
Prabowo menuturkan ia ingin perjalanan karier anak-anak Indonesia saat ini tidak seperti meme yang digambarkan. Ia berharap anak-anak muda dapat memiliki masa depan yang lebih baik, misalnya jadi seorang wirausaha.
Lulusan tersebut tentunya memilih pekerjaan sebagai tukang ojek online karena pertimbangan ketersediaan lapangan kerja. Lantas bagaimana fakta angkatan kerja di Indonesia?
Data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia masih berada di kisaran 5,34 persen pada Agustus 2018. Artinya dari total angkatan kerja 131,01 juta orang, sebanyak 7 juta orang menganggur. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (22/11), data pengangguran Februari 2017 (5,33 persen), Agustus (5,50 persen), Februari 2018 (5,13 persen) dan Agustus 2018 (5,34 persen).
Masuk lebih dalam, mayoritas angkatan kerja di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada periode Agustus 2018. Porsi tenaga kerja di Indonesia berdasarkan level pendidikan ialah SD sebanyak 50,46 juta orang (40,69 persen), SMP sebanyak 22,43 juta orang (18,09 persen), SMA sebanyak 22,34 juta orang (18,01 persen), SMK sebanyak 13,68 juta orang (11,03 persen), Diploma I/II/III sebanyak 3,45 juta jiwa (2,78 persen) dan universitas sebanyak 11,65 juta jiwa (9,40 persen). Di sini tampak bila lulusan SD dan SMP mendominasi lapangan kerja di Indonesia.
Pencari kerja melihat sejumlah lowongan kerja yang digelar BUMN Career Opportunity pada IBDExpo 2018. (Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
zoom-in-whitePerbesar
Pencari kerja melihat sejumlah lowongan kerja yang digelar BUMN Career Opportunity pada IBDExpo 2018. (Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Merujuk data pengangguran berdasarkan pendidikan, lulusan SMA dan SMK mengalami fluktuasi tingkat pengangguran. Trennya terjadi kenaikan persentase pengangguran untuk kategori lulusan SMA dan SMK. Hal serupa juga terjadi pada lulusan Universitas, yakni mengalami kenaikan, sedangkan Diploma I/II/III mengalami penurunan. Penurunan paling stabil terjadi pada lulusan SD hingga SMP. Artinya, lulusan SD-SMP paling mudah bekerja.
ADVERTISEMENT
Data TPT Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (persen), Agustus 2017-Agustus 2018
Agustus 2017
SD: 2,62
SMP: 5,54
SMA: 8,29
SMK: 11,41
Diploma I/II/III: 6,88
Universitas: 5,18
Februari 2018
SD: 2,67
SMP: 5,18
SMA: 7,19
SMK: 8,92
Diploma I/II/III: 7,92
Universitas: 6,31
Agustus 2018
SD: 2,43
SMP: 4,80
SMA: 7,95
SMK: 11,24
Diploma I/II/III: 6,02
Universitas: 5,89
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri sepertinya kecewa melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai penyumbang tertinggi angka pengangguran di Agustus 2018. Padahal menurut Hanif, lulusan SMK awalnya menjadi andalan pemerintah mengentaskan angka pengangguran.
"Problem pekerja skill juga memang terjadi di hampir semua lini pendidikan, SMK (dulunya) jadi andalan malah jadi penyumbang tertinggi (pengangguran)," kata Hanif.
Menaker Hanif Dhakiri. (Foto: Elsa Olivia Karina Lumban Toruan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menaker Hanif Dhakiri. (Foto: Elsa Olivia Karina Lumban Toruan/kumparan)
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai turunnya pengangguran pada kategori lulusan SD-SMP dikarenakan banyak lulusan kategori pendidikan rendah yang bekerja di sektor konstruksi dan buruh kasar.
ADVERTISEMENT
"Jadi to be fair pemerintah berhasilkan menurunkan angka pengangguran meskipun angka pengangguran terdidiknya naik dan harus diwaspadai," kata Bhima kepada kumparan.
Bhima menjelaskan alasan di balik meningkatnya pengangguran di level pendidikan SMA, SMK dan Universitas. Menurutnya, terjadi ketidaksesuaian antara pelajaran di bangku kuliah dan kebutuhan keterampilan di pasar tenaga kerja.
Layanan transportasi online Gojek. (Foto: Go-Jek Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Layanan transportasi online Gojek. (Foto: Go-Jek Indonesia)
"Pelajaran yang diterima siswa di SMA, SMK tidak nyambung dengan kebutuhan lapangan kerja. Apalagi kita masuk ke era digital, yang dibutuhkan adalah orang dengan keahlian data analyst, programmer, apps developer, digital marketing. Tapi lulusannya tidak ke sana," sebutnya.
Lanjut Bhima, tingginya partisipasi angkatan kerja di sektor taksi daring seperti ojek online sejalan dengan makin menyempitnya lapangan kerja di sektor konvensional seperti perbankan, pertanian dan pertambangan. Beberapa industri mulai mengurangi lapangan kerja manusia, dengan mengalihkan ke teknologi. Di saat bersamaan, industri e-commerce dan transportasi online tumbuh pesat sehingga membutuhkan dan menyerap banyak tenaga kerja informal.
ADVERTISEMENT
"Yang kenaikannya tinggi memang sektor transportasi dan pergudangan yakni 340 ribu orang. Sektor ini diduga kuat terkait dengan fenomena Ojol dan e-commerce berupa pengiriman parcel retail. Kemudian akomodasi dan makan minum naik 760 ribu orang. Sektor ini terimbas efek dari order makanan secara online (Go-Food, GrabFood)," tuturnya.
Meski industri taksi dan ojek online mampu menyerap dan menyediakan lapangan kerja, kondisi ini tidak bagus untuk jangka panjang. Alasannya, tenaga kerja di sektor tersebut justru menciptakan penurunan kualitas tenaga kerja.
"Padahal 2030 kita akan menyambut puncak bonus demografi. Sayang sekali kalau masuk ke sektor informal. Belum lagi tidak semua terproteksi jaminan sosial. Driver ojek bisa dipecat tanpa uang pensiun. Beda dengan pekerja di pabrik. Itu PR kita," tutupnya.
ADVERTISEMENT