Rasio Pajak Rendah Bikin Indonesia Susah Bayar Utang

11 April 2019 17:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kasir menghitung mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran uang di kawasan Kwitang. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kasir menghitung mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran uang di kawasan Kwitang. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
ADVERTISEMENT
Rasio pajak atau tax ratio Indonesia yang masih rendah perlu mendapat perhatian khusus. Sebab rasio pajak yang rendah mencerminkan kemampuan membayar utang pemerintah yang juga menurun.
ADVERTISEMENT
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nawir Messi mengatakan, saat ini rasio pajak yang dikelola Ditjen Pajak masih 'mandek' sekitar 9-10 persen. Menurutnya, hal ini membuat kinerja penerimaan pajak tidak optimal dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN.
"Rasio pajak kita pernah sampai 14-15 persen, dan sekarang tinggal sisa 9-10 persen. Ini tragis karena kita tidak cakap dalam mengelola aspek perpajakan," ujar Nawir dalam diskusi di ITS Tower, Jakarta, Kamis (11/4).
Menurut dia, peningkatan rasio utang saat ini justru lebih tinggi dibandingkan rasio pajak. Selama tahun lalu, rasio utang pemerintah mencapai 29,98 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Peningkatan rasio utang terhadap PDB berbanding terbalik dengan tax ratio, mencerminkan kemampuan membayar utang pemerintah semakin menurun," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pembayaran bunga utang terhadap belanja negara memang menunjukkan tren kenaikan. Pada 2014, pembayaran bunga utang mencapai 7,5 persen terhadap total belanja negara. Dan pada tahun lalu meningkat menjadi 11,7 persen dari belanja negara.
Adapun sepanjang 2018, pembayaran bunga utang mencapai Rp 258,1 triliun. Angka ini meningkat 94 persen dibandingkan 2014 yang hanya Rp 133,4 triliun.
Sementara itu, Peneliti Indef Abra Talatov menuturkan, di tengah perbaikan investment grade, tingkat imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia justru tinggi dan cenderung naik.
Yield SBN Indonesia bertenor 10 tahun sebesar 8 persen, paling tinggi dibandingkan SBN di kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya sebesar 4 persen, Filipina 6,2 persen, Thailand 2,2 persen, dan Vietnam 5 persen.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ketergantungan utang pemerintah yang bersumber dari SBN semakin tinggi, dari 73 persen di 2014 menjadi 81,7 persen di tahun lalu. Di samping itu, porsi SBN valas meningkat dari 23,64 persen di 2014 menjadi 28 persen di 2018.
"Perlu diwaspadai dampaknya terhadap sektor perbankan (crowding out effect) yang menyebabkan tergerusnya DPK (Dana Pihak Ketiga) dan meningkatnya bunga kredit," tambahnya.