RI Punya Kereta Cepat Pertama se-ASEAN di 2021, Salip Malaysia

10 Maret 2019 12:07 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kereta cepat. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kereta cepat. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno optimistis jaringan kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 kilometer (km) beroperasi di 2021. Proyek ini dikerjakan oleh konsorsium BUMN Indonesia dan China. Hal ini disampikan Rini pada acara Fun Walk HUT ke-21 BUMN yang diadakan PT Kereta Api Indonesia di Lapangan Upakarti, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (10/3).
ADVERTISEMENT
"Saya ingin keluarga besar BUMN di Kabupaten Jawa Barat maupun di Jawa Barat, harus bangga di Jawa Barat ini dibangun kereta cepat se-ASEAN. Insyaallah 2021 akan ada kereta cepat Jakarta-Bandung. Terus semangat BUMN," ucap Rini dalam keterangan tertulisnya.
Bila berjalan sesuai rencana, Indonesia akan menjadi negara di Asia Tenggara yang mengoperasikan kereta cepat. Indonesia akan mengungguli Malaysia yang sebelumnya telah membatalkan proyek sejenis.
Pekerjaan kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini terus dikebut. Perusahaan konsorsium pemilik proyek kereta cepat, KCIC telah mendatangkan Tunnel Boring Machine (TBM) atau alat bor raksasa dari Negeri Tirai Bambu. TBM telah mendarat di Lokasi Tunnel #1 Halim Km 3+600, Jakarta.
Hingga akhir 2018, progres pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga bulan Desember 2018 baru mencapai 4,6 persen.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama KCIC Chandra Dwiputra menyebut selama ini pihaknya berfokus pada penyiapan pengerjaan, sebab pengerjaan proyek kereta cepat itu terbilang rumit.
"Yang kami kerjakan, masih yang banyak adalah persiapan. Buat tunnel dan persiapannya itu tidak cepat," ujarnya kepada kumparan, Sabtu (29/12/2018).
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Foto: Antara/Aprillio Akbar
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memulai pembangunan (groundbreaking) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada 21 Januari 2016 di area perkebunan teh Walini milik PT Perkebunan Nusantara VIII, Kabupaten Bandung Barat.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu optimistis proyek kereta cepat sepanjang 142,3 kilometer (km) tersebut bisa beroperasi pada tahun 2019. Namun, target ini akhirnya digeser ke 2021. Saat beroperasi, waktu tempuh Jakarta-Bandung dapat dipangkas menjadi 40 menit. Kereta rencananya berhenti di 4 stasiun yakni Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar (dekat Gedebage) di Kota Bandung. Harga tiket kereta pun sudah dipatok Rp 200.000 per penumpang untuk sekali jalan.
ADVERTISEMENT
Total kebutuhan dana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai USD 6,07 miliar, di mana 75 persen pendanaannya berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sedangkan 25 persen sisanya berasal dari ekuitas PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Proyek ini masuk ke dalam perjanjian Belt and Road Initiative China atau program jalur sutra modern yang digagas oleh Presiden China Xi Jinping.
Malaysia Batalkan Proyek Kereta yang Dikerjakan China karena Kemahalan
Pemerintah Malaysia memutuskan untuk membatalkan proyek kereta cepat senilai USD 20 miliar yang sedang dibangun oleh kontraktor China, China Communications Construction Company. Keputusan itu diambil seusai pemerintah Malaysia gagal melakukan negosiasi penurunan harga.
Menteri Perekonomian Malaysia, Azmin Ali, menyampaikan bahwa proyek kereta bernama East Coast Rail Link (ECRL) itu dibatalkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, pada pertemuan kabinet yang digelar minggu ini.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, alasan pembatalan ini karena proyek tersebut terlalu mahal bagi Malaysia yang juga tengah terbebani utang besar dari pemerintahan sebelumnya. Pembatalan itu dianggap sebagai kebijakan terbaik di tengah situasi saat ini.
"Kabinet memutuskan untuk membatalkan proyek karena biaya pengembangan terlalu tinggi, dan kami tidak memiliki kemampuan keuangan saat ini," kata Azmin seperti dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (26/1).
Dia menyebut jika proyek tersebut tidak dibatalkan, maka bunga yang harus dibayar pemerintah Malaysia mencapai USD 121 juta. Nilai tersebut dipandang terlalu mahal yang akan begitu membebani keuangan pemerintah Malaysia.
“Kami tidak dapat menanggung ini sekarang, oleh karena itu proyek harus dibatalkan tanpa mempengaruhi hubungan baik kami dengan China," ucapnya.
ADVERTISEMENT