Risiko Perang Dagang, Ekonomi Dunia Terancam Susut 0,5 Persen di 2020

6 Juni 2019 12:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
ADVERTISEMENT
Perang dagang antara AS-China dapat memicu penyusutan ekonomi dunia sebesar 0,5 persen tahun depan. Baik AS, China, maupun ekonomi dunia akan mejadi pecundang.
ADVERTISEMENT
Peringatan tersebut disampaikan Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde, dalam situsweb IMF sebagaimana dikutip kumparan Den Haag pagi ini, Kamis (6/6).
Menurut Lagarde, ada kekhawatiran yang berkembang atas dampak dari ketegangan perdagangan saat ini. Risikonya adalah bahwa tarif AS-China terbaru dapat semakin mengurangi investasi, produktivitas, dan pertumbuhan.
"Kami memperkirakan bahwa tarif AS-China yang baru-baru ini diumumkan dan dipertimbangkan dapat mengurangi sekitar 0,3 persen dari PDB global pada tahun 2020, lebih dari separuhnya berasal dari dampak kepercayaan bisnis dan sentimen negatif pasar keuangan," tulis Lagarde.
Secara keseluruhan, lanjut Lagarde, diperkirakan perang dagang AS-China, termasuk yang diterapkan tahun lalu, dapat mengurangi PDB global sebesar 0,5 persen pada tahun 2020 atau sekitar USD 455 miliar. Hal ini harus dihindari dengan menghilangkan hambatan perdagangan.
ADVERTISEMENT
Faktanya adalah bahwa langkah-langkah proteksionis tidak hanya merusak pertumbuhan dan lapangan kerja, tetapi juga membuat barang-barang konsumsi menjadi kurang terjangkau dan merugikan rumah tangga berpenghasilan rendah.
Menurut Lagarde, G-20 dapat membantu menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut dan mendukung rebound dalam pertumbuhan.
Prioritas langsung adalah menyelesaikan ketegangan perdagangan saat ini, sambil meningkatkan modernisasi sistem perdagangan internasional. Ini termasuk membangun konsensus di seluruh negara tentang cara memperkuat peraturan WTO, terutama mengenai subsidi, kekayaan intelektual, dan perdagangan jasa.
Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem perdagangan lebih terbuka, lebih stabil, dan lebih transparan, dengan kelengkapan yang baik untuk melayani kebutuhan ekonomi abad ke-21.
Sebagai contoh, penelitian IMF menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan jasa dapat menambah sekitar USD 350 miliar untuk PDB global dalam jangka panjang. Jenis-jenis keuntungan ini sangat penting jika perdagangan ingin memainkan perannya dalam mengangkat standar kehidupan dan menciptakan lapangan kerja baru dengan upah lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Ketika negara-negara memperbaiki sistem perdagangan, mereka juga perlu bekerja sama untuk mereformasi perpajakan perusahaan internasional, memperkuat jaring pengaman keuangan global, dan mengatasi ancaman eksistensial perubahan iklim.
"Pada saat sama, kita harus mengakui bahwa hutang publik yang tinggi dan suku bunga rendah telah menempatkan banyak negara dengan ruang kebijakan terbatas untuk bermanuver," imbuh Lagarde.
Mengelola tantangan ini, menurut Lagarde, akan membutuhkan kebijakan fiskal yang terkalibrasi dengan hati-hati, yang mencapai keseimbangan tepat antara pertumbuhan, keberlanjutan utang, dan tujuan sosial.
Donald Trump dan Xi Jinping di KTT G20 Foto: REUTERS/Saul Loeb
Selain itu juga perlu mengatasi dislokasi yang disebabkan oleh perdagangan dan inovasi teknologi sambil melakukan lebih banyak untuk mendukung mereka yang tertinggal, dan diperlukan reformasi struktural lebih lanjut: dari menurunkan hambatan untuk ritel dan jasa profesional, hingga mendorong partisipasi perempuan yang lebih besar dalam angkatan kerja.
ADVERTISEMENT
"Tentu saja, tiap negara harus menyesuaikan reformasi untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi kami memperkirakan kebijakan ini jika diterapkan bersama, dapat meningkatkan PDB G-20 sebesar 4 persen dalam jangka panjang. Yang penting, reformasi struktural ini juga akan membuat pertumbuhan lebih tangguh dan inklusif," ucap Lagarde.
Sebelumnya Lagarde juga menyebutkan beberapa hambatan signifikan yang dapat menghalangi pertumbuhan, antara lain bagaimana dampak Brexit tanpa kesepakatan terhadap kepercayaan dan apakah kenaikan harga minyak baru-baru ini akan semakin menekan aktivitas ekonomi?
Hambatan lainnya adalah kerentanan mendasar ekonomi global. Tingkat utang perusahaan, misalnya, telah meningkat ke titik di mana perubahan mendadak dalam kondisi keuangan dapat memicu arus keluar modal yang mengganggu dari pasar negara berkembang.
"Kita juga tahu bahwa banyak ekonomi menghadapi prospek pertumbuhan jangka menengah yang mengecewakan, bukan hanya karena penuaan populasi dan produktivitas yang lambat, tetapi juga karena efek korosif dari ketimpangan ekonomi yang berlebihan," pungkas Lagarde.
ADVERTISEMENT