Selain AS - China, Perang Dagang Jepang - Korsel Juga Makin Sengit

2 Agustus 2019 10:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PM Jepang Shinzo Abe dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in (kanan). Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
PM Jepang Shinzo Abe dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in (kanan). Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perang dagang antara Jepang dengan Korea Selatan (Korsel) makin sengit, setelah Jepang mencoret Korsel dari ‘daftar putih’ yakni daftar negara-negara yang diberi kemudahan ekspor. Hal ini menyusul perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China yang memburuk, setelah perundingan kedua negara berujung kebuntuan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, keputusan menghapus Korsel dari ‘daftar putih’ telah mendapat persetujuan kabinet pada Jumat (2/8). Keputusan itu akan berlaku mulai 28 Agustus 2019 mendatang.
Menteri Perindustrian Jepang Hiroshige Seko, berkilah langkah itu bukan merupakan tindakan balasan terhadap Korsel.
“Ini semata-mata dilakukan dari sudut pandang keamanan nasional Jepang,” katanya dalam sebuah pernyataan pers.
‘Daftar putih’ itu sendiri berisi 27 negara yang merupakan mitra dagang utama Jepang. Tragisnya, Korsel menjadi negara pertama yang dicoret, sejak daftar itu ada.
Serangan dagang Jepang ke Korsel itu dilakukan, setelah sebulan lalu Jepang juga membatasi ekspor Fluorinated Polyamide, bahan baku pembuat layar smartphone atau televisi. Kemudian Photoresist untuk bahan memproduksi chips smartphone. Juga High-purity Hydrogen Fluoride untuk membersihkan chips.
Ilustrasi chip di motherboard komputer. Foto: Axonite via Pixabay
Bahan-bahan itu menjadi jantung bisnis raksasa industri Korsel, seperti Samsung dan LG.
ADVERTISEMENT
Perang dagang Jepang-Korsel, bermula dari gugatan masa perang dulu. Yakni saat Jepang menjadikan negeri K-Pop sebagai negara jajahan, 1901-1945. Persoalan dipicu putusan Mahkamah Agung Korsel pada Oktober 2018, yang menghukum perusahaan Jepang yang beroperasi di Korsel, yakni Nippon Steel Corp.
Nippon Steel diminta memberi kompensasi terhadap warga Korsel korban kerja paksa dan perbudakan seks, pada periode penjajahan. Hukuman kali ini menyasar ke perusahaan, bukan hanya Jepang sebagai negara.
Jepang pun menolak putusan ini. Termasuk menolak melibatkan perusahaan mereka dalam sejarah masa lalu. Alasannya, persoalan terkait kerja paksa telah diselesaikan melalui hubungan diplomatik pada tahun 1965. Saat itu, Jepang sepakat memberikan kompensasi berupa bantuan ekonomi senilai USD 300 juta.