Sri Mulyani Kesal Dicecar Defisit BPJS: Saya Bukan Menkeu Kesehatan!

21 Agustus 2019 18:03 WIB
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani (tengah) menghadiri Rapat Kerja bersama komisi XI di  Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani (tengah) menghadiri Rapat Kerja bersama komisi XI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti kegiatan rapat kerja dengan Komisi XI DPR membahas keuangan BPJS Kesehatan. Di akhir rapat, Sri Mulyani tampak kesal dan cenderung marah lantaran terus dicecar soal kewajiban menalangi defisit BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dia melontarkan jawaban dengan nada tinggi. Saat itu, Sri Mulyani ditanya soal sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) dana kapitasi untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Sebelumnya, dia juga dicecar BPJS Kesehatan yang terus tekor.
"Kami lihat apa yang menjadi Silpa di berbagai hal apakah masalah prosedur, mekanisme, sehingga kalau untuk menghindari mismatch kan kami menteri keuangan, bukan menteri keuangan kesehatan atau menteri kesehatan keuangan," katanya degan nada tinggi di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (21/8).
Dia mengatakan, dalam menalangi defisit BPJS Kesehatan perlu adanya perhitungan dan mekanisme. Selain itu, juga dibutuhkan kedisiplinan dari BPJS Kesehatan sesuai Undang-undang.
Setiap instansi, kata dia, sudah ada tupoksinya masing-masing. Begitu pun dengan BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Kalau semua orang menganggap masalah uang ya ke saya, padahal ini BPJS masalah uang yang lain," tuturnya.
Petugas kesehatan memeriksa seorang warga peserta BPJS Kesehatan. Foto: ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Sri Mulyani menjelaskan, selama ini Kementerian Keuangan selalu terlibat dalam rapat internal pemerintah yang mendiskusikan mengenai manfaat layanan kesehatan dengan keseimbangan anggaran.
Bahkan, untuk menjaga keseimbangan, pemerintah tidak segan-segan langsung menyuntikkan modal kepada BPJS Kesehatan.
Artinya, Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan siap melakukan penyesuaian sekalipun untuk sektor pekerja penerima upah (PPU) pemerintah.
Namun, Sri Mulyni meminta dari internal BPJS Kesehatan juga giat menagih iuran kepada peserta, khususnya yang tercatat menunggak.
"Kalau semua orang misal yang kelas 1 bayar Rp 80 ribu per orang tapi dapat manfaat yang tadi disampaikan sudah pasti hitung-hitungannya tidak cocok. Saya dulu bayar asuransi sewaktu di Bank Dunia USD 1.000 per bulan. Tapi karena ini keadilan sosial yah kita talangin yang tidak mampu, tapi yang mampu mereka harus disiplin bayar iuran dan itulah fungsinya BPJS Kesehatan dibuat," katanya lagi dengan nada kesal.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani mengakui, menagih para penunggak iuran memang bukan hal yang mudah dan tidak populer. Berbeda jika solusi yang ditempuh dengan meminta bantuan modal kepada pemerintah untuk menutup defisit.
Hanya saja, jika terus melakukan itu maka publik menilai Kementerian Keuangan yang belum membayar. Padahal selama ini BPJS Kesehatan diberi hak dan kewenangan dalam menetapkan sanksi bagi penunggak iuran.
"BPJS Kesehatan diberikan hak dan juga kekuasaan lakukan enforcement. Tapi karena di situ tidak populer, di sini kan enak jadi kemudian semua orang membicarakan persoalan belum bayar. Padahal kita sudah bayar dan malah beri bantuan juga, tapi masih dianggap sebagai salah satu sumber persoalan," katanya.