Sri Mulyani: Rupiah Tertekan tapi Penerimaan Negara Justru Meningkat

10 September 2018 13:25 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang Dolar Amerika Serikat dan rupiah. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang Dolar Amerika Serikat dan rupiah. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah mencatat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru meningkatkan pendapatan negara, khususnya dari sisi perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), hingga akhir Agustus 2018. Sehingga defisit anggaran hingga akhir bulan lalu mengalami perbaikan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), rata-rata kurs rupiah sejak awal tahun ini hingga 7 September 2018 mencapai Rp 13.977 per dolar AS, di atas asumsi makro dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 13.400 per dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pendapatan negara hingga akhir bulan lalu sebesar Rp 1.152,7 triliun atau 60,68 persen dari target dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 1.894,7 triliun. Dari angka tersebut, PNBP tumbuh paling besar, yakni 24,3 persen secara tahunan (yoy) dan perpajakan tumbuh 16,5 persen (yoy).
"Dengan kondisi sekarang, kurs yang lebih tinggi dari asumsi 2018, penerimaan negara sampai akhir Agustus meningkat cukup tinggi dan konsisten. Growth penerimaan perpajakan di atas 15 persen, yakni 16,5 persen. Ini adalah growth tertinggi dari tiga tahun terkahir," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/9).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (04/09/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (04/09/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Meskipun tak menyebutkan angka secara spesifik, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melaporkan, realisasi belanja negara hingga akhir bulan lalu tumbuh 8,8 persen (yoy), lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar 5,6 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
"Jadi belanja negara cukup tinggi, tapi penerimaan negara tumbuhnya juga lebih tinggi," kata dia.
Dengan demikian, Sri Mulyani mencatat defisit anggaran hingga 31 Agustus 2018 mencapai Rp 150 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 220 triliun.
Selain itu, keseimbangan primer atau primary balance di akhir bulan lalu mulai mencatatkan surplus Rp 11,5 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang defisit Rp 84 triliun. Keseimbangan primer yang surplus itu mengartikan pemerintah membayar bunga utang dengan menggunakan pendapatan negara.
"Primary balance kita juga sangat rendah, surplus bahkan hingga Rp 11,5 triliun," tambahnya.